Jakarta – Gas bumi memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif penting dalam memenuhi kebutuhan energi Indonesia, namun infrastruktur yang memadai menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi. Demikian disampaikan oleh Fatar Yani Abdurrahman, seorang pakar energi terkemuka, dalam episode terbaru podcast PolGovTalks Experts bersama Hasrul Hanif, peneliti dan pengajar di Fisipol UGM.
Diskusi ini membahas ketahanan dan keberlanjutan energi di Indonesia serta strategi yang diperlukan untuk masa depan energi yang berkelanjutan. Fatar menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki pasokan gas yang melimpah, terutama di wilayah Kalimantan Timur, infrastruktur distribusi yang ada saat ini masih jauh dari memadai. “Infrastruktur yang lebih baik diperlukan untuk distribusi gas yang efisien di seluruh wilayah,” ujar Fatar, Jumat, 12 Juli.
Kurangnya infrastruktur ini tidak hanya menghambat distribusi gas yang merata tetapi juga berdampak pada produksi dan ekspor gas. Menurut Fatar, produksi gas Indonesia mengalami penurunan ekspor sebesar 30 persen, sementara 70 persen gas diserap oleh industri domestik.
“Peningkatan infrastruktur gas memerlukan kebijakan nasional yang kuat dan perencanaan strategis. Pendanaan pemerintah (APBN) bisa digunakan jika menghasilkan pendapatan bagi negara. Keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur juga didorong untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi,” tambahnya.
Hasrul Hanif, yang juga berpartisipasi dalam diskusi tersebut, menekankan bahwa gas memang merupakan alternatif penting untuk sumber energi, namun persoalan infrastruktur dan biaya yang mahal menjadi kendala utama.
“Ada persoalan investasi di situ, ada persoalan biaya yang masih mahal sehingga tidak affordable sejauh ini, maka harus dipikirkan strategi ke depannya,” ujar Hasrul.
Dalam konteks transisi ke sumber energi yang lebih bersih untuk mencapai Net Zero Emission, Fatar menjelaskan bahwa gas memiliki peran penting dalam berbagai sektor seperti memasak, transportasi, dan produksi listrik.
“Gas berperan penting dalam mendukung transisi energi hijau. Produksi gas saat ini masih kekurangan 500-600 barel per hari. Tetapi, gas dapat diubah menjadi biofuel, listrik, dan tenaga air, yang berpotensi menyebabkan kelebihan pasokan di kemudian hari,” jelasnya.
Fatar juga menekankan pentingnya edukasi dan komunikasi kepada publik dalam proses transisi dari minyak ke gas, seperti yang pernah dilakukan dalam peralihan dari minyak tanah ke LPG. “Masyarakat perlu diedukasi tentang manfaat dan ketersediaan gas untuk mempermudah transisi. Perubahan budaya ini harus didukung oleh infrastruktur yang baik untuk memastikan distribusi yang lancar dan merata,” pungkas Fatar.
Melalui diskusi ini, jelas bahwa gas bumi memiliki potensi besar sebagai sumber energi utama di Indonesia. Namun, untuk memaksimalkan potensinya, tantangan infrastruktur harus segera diatasi dengan strategi yang matang dan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta. (Hartatik)