Nilai ekonomi karbon dijadikan instrumen penetapan harga emisi

Jakarta – Pemerintah mengambil kebijakan melakukan reformasi subsidi energi untuk mencapai dekarbonisasi. Kebijakan itu sejalan dengan komitmen meminimalisasi dampak perubahan iklim.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto Indonesia saat ini dalam proses persiapan penerapan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Instrumen NEK memberi harga pada emisi karbon yang dihasilkan dari berbagai kegiatan produksi maupun jasa.

“Penerapan instrumen NEK di satu sisi diharapkan dapat mendorong industri lebih sadar lingkungan dan membatasi emisi gas rumah kaca hingga batas tertentu,” kata Airlangga dalam rilis tertulis, Kamis (9/6).

Disisi lain, lanjutnya, NEK berperan sebagai instrumen pendanaan alternatif untuk mencapai target perubahan iklim Indonesia, baik sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 maupun Net Zero Emission (NZE) 2060.

Untuk mendukung implementasi NEK, pemerintah menerapkan UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Perpres No 98/2021. Perpres ini menjadi dasar penerapan berbagai instrumen NEK seperti perdagangan emisi, kredit karbon, dan pembayaran berbasis kinerja. Sementara pada level teknis, pemerintah tengah menyelesaikan peraturan turunan perpres tersebut.

“Pada 2021, pemerintah merintis skema voluntary cap and trade, dan offset crediting, yang melibatkan beberapa produsen listrik baik milik pemerintah maupun swasta. Secara pararel pemerintah bekerja sama dengan beberapa lembaga internasional dalam melakukan penjajakan dan kajian pengembangan kebijakan-kebijakan dan skema perdagangan karbon melalui Internationally Traded Mitigation Outcomes (ITMOs),” terang Airlangga.

Ke depan, yaitu pada Juli 2022, Indonesia berencana menerapkan skema cap trade tax dan offset untuk pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Melalui skema ini, pembangkit listrik betbahan bakar batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM), Chrisnawan Anditya mengatakan, reformasi subsidi sudah dilakukan, diantaranya sektor listrik. Diharapkan, kebijakan subsidi ini lebih terarah dari komoditi ke subsidi langsung ke masyarakat.

“Kita harus memperhatikan masyarakat agar mendapat akses energi dengan harga terjangkau. Itu menjadi perhatian dalam energi transisi, tapi dengan tetap memperhatikan ketersediaan anggaran negara untuk transisi energi,” ungkapnya. (Hartatik)

Foto banner: Teo Tarras/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles