Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa dokumen kontribusi nasional penurunan emisi kedua (Second Nationally Determined Contribution/SNDC) mencerminkan target yang ambisius. Dalam konteks ini, IESR menyoroti perlunya penekanan pada aspek keadilan dan tata kelola yang baik dalam proses penyusunan SNDC.
Meskipun pemerintah telah mengadopsi pendekatan baru dalam SNDC dengan tidak lagi menggunakan skenario pertumbuhan dasar (business as usual) sebagai dasar penetapan target penurunan emisi, namun IESR menekankan perlunya lebih dari sekadar mengubah metode perhitungan. Menurut mereka, SNDC harus selaras dengan target Persetujuan Paris (Paris Agreement) dan memperhitungkan kesenjangan target penurunan emisi global yang masih besar.
“Dokumen SNDC Indonesia harus mencerminkan ambisi tertinggi yang memungkinkan dalam pengurangan emisi. Temuan Inventarisasi Global pertama di COP 28 menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan target penurunan emisi global yang besar, dan hal ini harus menjadi pertimbangan serius dalam menetapkan target untuk Indonesia,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 April.
IESR juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan bauran energi terbarukan sebagai salah satu aksi mitigasi yang dapat meningkatkan target penurunan emisi di SNDC. Namun, mereka menunjukkan kekhawatiran terkait dengan target bauran energi terbarukan yang ditetapkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang dinilai masih jauh dari ambisi yang diperlukan.
“Dokumen SNDC harus memperhitungkan target penurunan emisi yang lebih tinggi, terutama dalam sektor energi. Sektor energi, terutama sektor kelistrikan, memiliki potensi besar untuk meningkatkan ambisi mitigasi emisi Indonesia melalui pemanfaatan energi terbarukan,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR.
Selain itu, IESR menyoroti perlunya aspek keadilan dan transparansi dalam proses penyusunan SNDC. Mereka menekankan pentingnya memasukkan praktik baik, relevansi dengan keadaan nasional, serta keterlibatan institusi dalam negeri dan partisipasi publik dalam dokumen tersebut.
“Penekanan pada aspek keadilan dan tata kelola yang baik akan memastikan bahwa SNDC tidak hanya mencerminkan ambisi yang tinggi dalam pengurangan emisi, tetapi juga memperhitungkan kebutuhan dan kepentingan semua pihak terkait,” tambah Delima Ramadhani, Koordinator Kebijakan Iklim IESR. (Hartatik)