Jakarta – Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, pembiayaan publik dan swasta harus segera dimobilisasi untuk diterapkan secara besar-besaran guna mengakselerasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Karena itu, segenap pemangku kepentingan mulai dari unsur pemerintah, swasta, badan usaha milik negara (BUMN), akademisi, maupun organisasi masyarakat sipil perlu melakukan koordinasi.
“METI menyediakan wadah untuk bertukar pikiran tentang isu-isu strategis yang akhirnya diharapkan dapat berkontribusi menyediakan solusi, advokasi, dan edukasi dalam rangka mengakselerasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” ujar Wiluyo dalam rilis tertulis saat pembukaan kegiatan EBTKE ConEx 2023 ke-11 di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) BSD, Tangerang.
Secara terpisah, Communication Specialist 350.org Indonesia, Firdaus Cahyadi mengungkapkan, semestinya skema pendanaan JETP (Just Energy Transition Partnership) yang akan diluncurkan pemerintah pada Agustus mendatang itu untuk mendanai energi terbarukan berbasiskan komunitas. Pengembangan pengembangan energi terbarukan berskala besar itu memang penting, namun pengembangan energi terbarukan berbasiskan komunitas jauh lebih penting.
Apalagi beberapa komunitas di Indonesia sudah mengembangkan energi terbarukan, Upaya komunitas itu bisa menjadi pijakan untuk direplikasi dan dimodifikasi di wilayah lain di Indonesia.
“Tanpa dukungan terhadap energi terbarukan berbasis komunitas, nilai keadilan JETP patut dipertanyakan,” lanjut Firdaus.
Menurutnya, pengembangan energi terbarukan skala besar memiliki risiko sosial dan ekologi yang besar pula. Sebaliknya, pengembangan energi terbarukan di tingkat komunitas memiliki resiko sosial dan ekologi yang kecil. Bahkan pengembangan energi terbarukan di tingkat komunitas dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan itu berarti mensejahterakan kehidupan mereka.
Transisi energi, menurut Firdaus Cahyadi, bukan hanya sekedar perpindahan energi dari fosil ke terbarukan namun juga perubahan tata kuasa dan tata kelola energi di Indonesia.
“Selama ini tata kuasa energi di Indonesia tersentralisasi, transisi energi harus mengubah tata kuasa energi menjadi terdesentralisasi. Selain itu, tata kelola energi di Indonesia cenderung tertutup dan elitis, transisi energi harus mengubahnya menjadi lebih terbuka dan demokratis,” imbuhnya.
JETP, lanjutnya harus menjadi momentum bagi perbaikan tata kuasa dan kelola energi di Indonesia. “Tanpa perbaikan itu, JETP hanya akan sekedar menambah utang baru dan membebani rakyat,” tukasnya. (Hartatik)
Foto banner: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membuka acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 ke-11, yang mengusung tema ‘From Commitment to Action: Safeguarding Energy Transition Towards Indonesia Net Zero Emission 2060’ di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Rabu (12/7). (Sumber: Kementerian ESDM)