Jakarta – Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai regulasi yang berubah-ubah telah mengganggu kalangan dunia usaha bidang energi terbarukan, sehingga perlu ada kebijakan yang bersifat jangka panjang dan memberikan kepastian bagi pengembang maupun investor energi terbarukan. Misalnya, terkait penyederhanaan proses perizinan, pengadaan lahan, serta penyediaan infrastruktur pendukung.
“Hingga saat ini masih sering terjadi perubahan kebijakan dan peraturan,” ujar Ketua I METI Bobby Gafur Umar belum lama ini.
Menurutnya, ada empat tantangan utama yang membuat pengembangan energi terbarukan di Indonesia belum bisa melaju kencang yakni tantangan kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia. Bobby menekankan bahwa tantangan kebijakan merupakan yang paling berpengaruh, karena belum ada mekanisme reward dan punishment bagi para pemangku kepentingan pengembang energi terbarukan.
Terkait pendanaan, lanjutnya, alokasi pendanaan untuk keperluan pengembangan energi terbarukan selama ini masih mengandalkan APBN, sehingga sangat terbatas. Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) ini menilai bahwa di sisi investasi, pengembang swasta skala besar sebenarnya sudah lebih berpengalaman mendapatkan pendanaan. Namun, pengembang swasta skala kecil dan menengah masih menghadapi kendala keterbatasan dalam menyediakan jaminan dan keterbatasan untuk mendapatkan mitra. Oleh sebab itu, peran dan andil investor asing dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia begitu penting, terutama dalam konteks alih teknologi. “Kami berharap pemerintah dapat membantu mengembangkan pendanaan kreatif untuk membiayai pengembangan energi terbarukan, sehingga beban kepada APBN dapat dikurangi,” tambah Bobby.
Sementara itu, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menegaskan bahwa pemerintah Indonesia masih menjaga komitmen untuk menjalankan transisi energi dan terus mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi baru dan energi terbarukan. “Upaya menghentikan operasi PLTU lebih dini, mengembangkan utilitas tenaga surya, panas bumi, maupun tenaga dari energi terbarukan terus dilakukan untuk mencapai target nol emisi karbon pada 2060 mendatang,” kata Dadan. (Hartatik)