Lintasan perubahan: Cara baru memahami dampak sosial

oleh: Giorgio Budi Indrarto*

Dalam wacana pembangunan sosial, dampak sering kali didefinisikan sebagai titik akhir—hasil konkret yang muncul setelah serangkaian intervensi dilakukan. Ia dipetakan dalam logframe, diterjemahkan ke dalam angka, dan dilaporkan sebagai pencapaian. Namun kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. Perubahan sosial tidak berjalan lurus. Ia berlangsung sebagai proses panjang, penuh lompatan, hambatan, bahkan regresi.

Pengalaman panjang di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, memperlihatkan hal ini dengan jelas. Wilayah tersebut selama lebih dari satu dekade menjadi lokasi berbagai program NGO—mulai dari ekowisata, perlindungan hutan, energi terbarukan, hingga penguatan masyarakat adat. Setiap lembaga datang dengan pendekatannya sendiri, membawa tim, target, dan sistem pelaporan. Tapi ketika wilayah ini dikunjungi kembali bertahun-tahun kemudian, banyak hal terasa stagnan. Program-program itu datang dan pergi. Beberapa meninggalkan jejak, namun sebagian besar berakhir begitu saja ketika pendanaan habis atau tim berpindah.

Masalah utamanya bukan pada niat, melainkan pada logika intervensi itu sendiri. Banyak organisasi bekerja dalam ruang masing-masing, tanpa koneksi dengan upaya sebelumnya, tanpa kesadaran membangun kesinambungan. Proyek-proyek menjadi terisolasi—baik dari sisi aktor maupun arah jangka panjang. Padahal, seperti yang ditekankan oleh Hilhorst (2003) dalam The Real World of NGOs, organisasi masyarakat sipil sering kali terjebak antara menjaga nilai dan menjalankan proyek dalam tekanan sistem donor yang serba teknokratik.

Dalam kondisi seperti ini, ukuran dampak tidak lagi relevan jika hanya dilihat dari output dan indikator. Pertanyaannya bukan lagi “apa yang dicapai?”, tetapi “apa yang ditinggalkan?” Apakah program menciptakan ruang baru bagi aktor lokal? Apakah ia memperkuat relasi sosial dan kelembagaan? Apakah ia menyambung kerja yang telah ada dan membuka lintasan bagi intervensi selanjutnya?

Dari sinilah muncul pendekatan alternatif: melihat dampak sebagai lintasan, bukan sebagai tujuan akhir. Lintasan menyiratkan kesinambungan. Setiap program hanyalah satu langkah kecil dari rangkaian besar. Ia bukan pusat, melainkan bagian. Seperti yang dijelaskan dalam studi Gertler et al. (2016), perubahan yang bermakna sering kali bersifat kolektif dan berlangsung dalam waktu panjang—melewati lebih dari satu siklus proyek.

Sebagian kecil organisasi mulai menerapkan pendekatan ini. Mereka tidak datang dengan branding besar, tetapi dengan telinga terbuka. Fungsi utamanya adalah menjembatani—menghubungkan simpul kerja yang tercerai, mendokumentasikan pelajaran yang tercecer, dan menjaga ritme percakapan antar aktor. Mereka hadir sebagai penghubung, bukan sebagai pelaksana tunggal. Dalam istilah jaringan sosial, mereka menyerupai bridge actors (Burt, 1992)—bekerja di tepi struktur formal, namun memiliki daya jangkau luas dalam memfasilitasi aliran informasi dan gagasan.

Kerja semacam ini memang tidak “menjual” dalam logika proposal. Ia tidak menghasilkan output gemilang yang bisa dikemas dalam laporan tahunan. Namun justru di dalam kerja-kerja yang tidak terlihat inilah benih keberlanjutan ditanam. Seperti dijelaskan Savedoff dkk (2006) dalam laporan When Will We Ever Learn, keberlanjutan lebih bergantung pada relasi dan struktur lokal daripada pada intensitas program.

Di tengah fragmentasi kerja NGO, pendekatan lintasan ini menawarkan sesuatu yang lebih substansial: kerja yang tidak mencari kemilau akhir proyek, melainkan kesinambungan. Ia bertumpu pada kepercayaan, pada dokumentasi kolektif, dan pada semangat untuk menyambung, bukan membangun dari nol.

Perubahan sosial bukan milik satu aktor, satu program, atau satu periode. Ia adalah ruang bersama, yang hanya bisa dijaga jika kita sadar bahwa dampak sejati tidak terletak pada apa yang selesai saat kita pergi—melainkan pada apa yang tetap hidup setelah kita tidak ada.

*Penulis adalah Wakil Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2025)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles