Ketika seni menyuarakan krisis iklim yang mengancam pantura

Lukisan mural karya Uwit Art Space yang terpampang di dinding rumah warga. Lukisan tersebut merupakan bagian dari festival Penta K Labs, Semarang. Sumber: LiniKampus

Semarang – Puluhan seniman yang ikut meramaikan Penta K Labs IV menyuarakan krisis iklim melalui karya seni rupa dua dan tiga dimensi dengan tajuk “Malih Dadi Segara” yang artinya berubah menjadi laut. Mereka berkolaborasi dengan warga, memilih lokasi berkesenian di rumah nelayan Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Tanjungmas, Kota Semarang. Festival dua tahunan di tempat khusus (site-specific art project biennale) itu digelar oleh Kolektif Hysteria pada 17-21 Desember 2022.

Krisis iklim telah membawa pengaruh nyata, khususnya di lingkungan pesisir pantai utara (pantura) Jawa Tengah. Sudah tidak terhitung berapa dampak kerugian yang ditimbulkan oleh pemanasan global tersebut.

Salahuddin Mbuh, salah satu founding Hysteria menjelaskan alasan pemilihan tema tersebut sebagai bentuk keprihatinan merespon isu perubahan iklim. Selain itu, mengingatkan masyarakat agar mewaspadainya serta meminta mereka tetap menjaga lingkungan.

“Fenomena perubahan iklim membuat tanah hunian maupun daratan menjadi bagian lautan, sehingga perlahan penghuni (pesisir) menyingkir dan kehilangan tempat tinggalnya,” kata pria yang akrab disapa Adin ini.

Lebih lanjut, menurutnya, melalui karya seni yang disajikan oleh 37 proyek seni situs spesifik dari dalam dan luar negeri tersebut diharapkan masyarakat bisa menghadapi dampak perubahan iklim. Pada karya-karya itu, juga diangkat siasat hidup warga dan nilai-nilai budaya yang ada di kampung nelayan Tambakrejo.

Adin membabarkan Penta K Labs sendiri rutin digelar dengan berbagai isu seperti Narasi kemijen (tentang ketahanan kampung, Kemijen, 2016), Sedulur Banyu (tentang alih fungsi lahan dan ekosistem air, Nongkosawit, 2018), dan Udan Salah Mongso (tentang perubahan lanskap, iklim, dan ekosistem global, 8 kampung di Semarang, 2020). Terkini Penta K Labs IV : Malih Dadi Segara atawa Pantura Lemahe Banjir dengan dukungan Kemendikbud melalui Dana Indonesiana dan LPDP tahun ini bertema Malih Dadi Segara (2022) di Tambakrejo, Semarang.

“Terminologi (tema) ini diambil dari nama kelompok sadar perubahan iklim dan lingkungan: Koalisi Maleh Segoro yang terbentuk sejak 2020 di Kota Semarang. Koalisi ini berisikan berbagai NGO, akademisi, komunitas, dan individu, yang peduli perubahan ekstrim terutama di pesisir pantura tersebab kebijakan lokal, global, maupun fenomena alam yang mempercepat proses intrusi laut, penurunan muka tanah, dan juga naiknya permukaan air laut,” jelas Adin.

Adapun puluhan seniman yang berpartisipasi dalam Penta K Labs ini dibebaskan untuk merespon, memilih lokasi, maupun jenis karya apa yang dibuat. Salah satu karya yang paling ekstrim dalam pemilihan lokasi yaitu lukisan mural yang dikreasikan oleh komunitas Brebes ArtDictive. Mereka memilih satu rumah kosong yang terendam air di tengah lautan untuk berkarya. Salah satu anggota Brebes ArtDictive, Arif Mujahidin menerangkan, mural gambar dua tangan tersebut termasuk mural petanda tentang situasi maupun keadaan sebenarnya di pesisir utara.

“Judul karyanya ini ‘Sapa Dari Utara’. Mural ini seperti gambar orang melambaikan tangan, yang satu masih kelihatan dan satu lagi tenggelam. Nah itu pilihan kita, mau menolong atau membiarkan mereka tenggelam. Biar pilihan kita yang merespon keadaan di sini,” ungkap Arif. (Hartatik)

Foto banner: Seni instalasi yang dipamerkan dalam Penta K Labs IV tentang memori warga yang meninggalkan rumah, lantaran tempat tinggal mereka nyaris tenggelam akibat abrasi dan rob di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Tanjungmas, Kota Semarang, Desember 2022. (Hartatik)

 

 

 

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles