Kerjasama global dalam aksi iklim harus berkelanjutan

Nusa Dua, Bali – Tindakan efektif melawan krisis iklim membutuhkan kebijakan transformatif pada tahun-tahun mendatang untuk memandu perkembangan selama 2-3 dekade ke depan. Hanya saja sebagian besar administrasi pemerintah tidak dilengkapi dengan baik untuk merancang kebijakan yang menuntut perubahan oleh banyak pelaku ekonomi sosial, dan reorientasi arus investasi.

Dalam parallel session “Global Convergence in Climate Action” KTT T20 di Nusa Dua, Bali pada Selasa (7/9), membahas isu perubahan iklim dan tindakan efektif untuk melawan krisis iklim, serta mencapai target iklim.

Salah satu panelis, Moekti Handajani Soejachmoen mengungkapkan penguatan kerja sama global penting di tengah proses konvergensi dalam tindakan iklim. Sebab proses tersebut memakan biaya yang tidak sedikit.

“Ini kesempatan G20 untuk menjadi responsif dan bertindak dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara global. Tidak hanya untuk memenuhi tantangan aksi iklim dan mendanainya, tetapi juga menunjukkan solidaritas dengan negara-negara rentan,” ujar Co-Founder and Executive Director, Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) ini.

Panelis lain, Noura Mansouri dari KAPSARC menambahkan bahwa isu ketahanan energi tidak lagi bisa dianggap remeh. Seiring dunia pulih dari Covid-19, masih banyak gangguan seperti pasokan energi, krisis pangan, krisis energi, dan juga inflasi. “Jadi inflasi mengingatkan kita bahwa transisi energi perlu dilakukan sesegera mungkin dan dijadikan sebagai prioritas utama dalam agenda global,” imbuh Noura.

Ia menambahkan bahwa hal ini berdampak terhadap penggunaan energi di Eropa dan berdampak kepada target iklim di Eropa, khususnya Green Deal oleh Uni Eropa. “Jadi semua ini menunjukkan kepada kita bagaimana prioritas nasional bergeser dan fokus pemerintah bergeser, apakah itu kesehatan atau prioritas geopolitik, perubahan iklim,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa para pemimpin mulai harus fokus terhadap semua opsi energi, investasi dan batubara, hidrokarbon, minyak, gas hingga energi terbarukan untuk kendaraan listrik yang turut perlu menjadi prioritas.

Noura juga mengatakan bahwa kerja sama global dalam aksi iklim harus berkelanjutan. “Jadi, untuk memastikan keberlanjutan, keandalan dan ketahanan aksi iklim harus inklusif dan dirumuskan di bawah kepresidenan G20 yang benar-benar mendukung penyesuaian transisi energi,” katanya.

Panelis lainnya, Nathan Hultman dari University of Maryland mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki target ambisius dalam hal ini. Namun, belum semua negara bisa mencapai tahap tersebut. “Menurut saya, G20 adalah forum yang tepat untuk memikirkan ini,” ujarnya.

Ada beberapa perangkat tata kelola yang dapat mendukung pemerintah dalam mengelola tantangan ini seperti Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC), Strategi Iklim Jangka Panjang (LTS) dan strategi pembangunan rendah emisi (LEDS). Jenis instrumen ini menunjukkan bahwa ada tren konvergensi di antara negara-negara secara global dalam hal tindakan yang diambil untuk memerangi masalah iklim dan mencapai target iklim. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles