Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong optimalisasi investasi hijau pada peningkatan program bahan bakar pendamping batu bara atau co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Peluang pengembangan co-firing ini relatif dapat dilakukan pengembang untuk beralih pada energi yang lebih bersih.
“Di sisi lain, investasi yang minimalis pada program co-firing aman untuk menjaga besaran biaya pokok penyediaan listrik yang mesti ditanggung pengembang,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari dalam acara ‘Business and Risk Perspective Energy Transformation Talk’, awal Maret.
Dengan demikian, menurutnya, tarif listrik yang diserahkan kepada konsumen relatif terjangkau di masa transisi energi. Sebaliknya, jika tetap berpengaruh pada BPP maka pihaknya akan mengakomodasikan dalan perpanjangan perjanjian jual beli listrik (PJBL) sehingga tidak ada kenaikan terhadap tarif listrik.
Ida meyakinkan bahwa Kementerian ESDM akan memastikan terkait dengan harga bahan bakar biomassa serta tarif jual listrik pengembang untuk menopang komitmen transisi energi tersebut.
Terpisah, PT PLN Nusantara Power (PNP) tengah menjajaki peluang penundaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik mereka lewat peningkatan implementasi co-firing atau pencampuran bahan bakar batu bara dengan biomassa hingga 100 persen selama tiga tahun mendatang. Rencana itu sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mencoba mengganti sepenuhnya penggunaan batu bara lewat bahan bakar biomassa.
Direktur Utama PNP, Rully Firmansyah menerangkan, rencana pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar utama bakal dilakukan pada PLTU Paiton. Saat ini, PNP telah menjalin kerja sama dengan perusahaan manufaktur asal Jepang untuk mengkaji potensi bauran 100 persen tersebut.
“Upaya peralihan bahan bakar lewat optimalisasi program co-firing hingga 100 persen lebih realistis dilakukan ketimbang mesti mempensiunkan dini sejumlah PLTU dalam waktu dekat,” terang Rully.
Sejumlah PLTU milik PNP yang direncanakan untuk dipensiunkan dini 3 tahun mendatang, seperti Paiton hingga Pacitan mesti memerlukan investasi besar untuk membangun pembangkit energi baru terbarukan lainnya. PLTU Paiton berkapasitas 200 megawatt jika dipensiunkan dan diganti dengan panel surya membutuhkan 1.500 hektar tanah. “Tanah seluas itu tentu sangat sulit di Jawa,” tukasnya. (Hartatik)