Jurnal Meteorologi: Konversi hutan ke sawit picu lonjakan suhu udara

Jakarta – Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal Meteorologi Pertanian dan Kehutanan mengungkap dampak serius dari pengalihan hutan tropis menjadi perkebunan kelapa sawit. Studi ini memperlihatkan peningkatan suhu udara hingga 6,5°C pada area kebun sawit dibandingkan dengan hutan tropis primer. Hal ini memicu perhatian besar terhadap perubahan iklim dan dampaknya bagi Indonesia.

Erma Yulihastin, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa perubahan tata guna lahan secara drastis ini memengaruhi iklim mikro dan meningkatkan risiko kerusakan lingkungan.

“Hutan jadi kebun kelapa sawit dapat mengubah iklim mikro secara signifikan. Riset di Borneo ini menunjukkan suhu udara di kebun kelapa sawit naik jadi +6, 5°C lebih tinggi dibandingkan suhu udara di hutan. Jelas ini memperparah perubahan iklim!” ujar Erma, melalui akun X (Twitter), Minggu, 12 Januari.

Penelitian ini dilakukan oleh tim gabungan dari beberapa institusi internasional, termasuk Imperial College London dan University Museum of Zoology Cambridge. Mereka mempelajari hubungan antara Leaf Area Index (LAI)—indikator kepadatan tutupan daun—dengan lima variabel iklim utama: suhu udara, kelembaban relatif, defisit tekanan uap, kelembaban spesifik, dan suhu tanah.

Hasilnya menunjukkan bahwa hutan primer memiliki suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan hutan bekas tebangan maupun perkebunan sawit.

Pernyataan presiden memicu perdebatan

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan menyatakan dukungannya terhadap perluasan lahan kelapa sawit di Indonesia. Ia bahkan meminta masyarakat untuk tidak khawatir terhadap ancaman deforestasi.

“Ke depan, kita harus menambah lahan kelapa sawit. Tidak perlu takut dengan isu deforestasi karena kelapa sawit juga menyerap karbon dioksida seperti pohon lainnya,” kata Presiden Prabowo dalam sebuah acara, pekan lalu.

Pernyataan ini segera memicu kritik, terutama dari kalangan akademisi dan pemerhati lingkungan. Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Budi Setiadi Daryono, menilai pernyataan tersebut menyesatkan publik.

“Kelapa sawit bukan tanaman hutan. Hal ini jelas tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.23/2021,” tegas Budi.

Budi menyarankan agar pemerintah lebih melibatkan pakar dan organisasi lingkungan dalam merumuskan kebijakan terkait sawit. “Kebijakan ini berdampak besar pada masyarakat dan lingkungan. Diperlukan konsultasi dengan berbagai pihak untuk memastikan langkah yang diambil tidak merusak ekosistem,” tambahnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles