Indonesia-Kanada kerjasama pendanaan CAD 5,3 miliar, percepat transisi energi berkelanjutan Indonesia

Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Kanada jalin kerjasama melalui pendanaan sebesar 5,3 miliar dolar Kanada yang dialokasikan untuk mendukung transisi energi berkelanjutan di Indonesia. Dana tersebut menjadi bagian dari komitmen Kanada dalam mendukung proyek-proyek mitigasi perubahan iklim global, termasuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 Desember, mengungkapkan bahwa kolaborasi dengan Kanada merupakan tonggak penting dalam mencapai target transisi energi nasional.

“Kerja sama ini bukan hanya soal investasi, tapi soal berbagi teknologi, nilai, dan pengalaman untuk membangun sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujar Bahlil saat menghadiri Energy Transition Roundtable di Jakarta.

Menurutnya, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi seiring pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8% dalam beberapa tahun ke depan. “Tambahan kapasitas listrik sebesar 61 gigawatt diperlukan, dan 60% di antaranya akan berasal dari energi baru terbarukan seperti yang tercantum dalam RUPTL 2025-2033,” tambahnya.

Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada, Mary Ng, menegaskan bahwa Kanada telah menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek energi terbarukan di Indonesia.

“Kami telah mendukung proyek-proyek besar seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla di Sumatera Utara dan pembangkit listrik tenaga angin serta surya di Sulawesi Selatan dan Lombok,” ungkap Mary Ng.

Ia juga menyebutkan bahwa Kanada adalah bagian dari Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bertujuan memobilisasi pembiayaan publik dan swasta senilai 20 miliar dolar AS untuk mempercepat transisi energi Indonesia.

Mary Ng menambahkan bahwa kerja sama ini juga mencakup penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang lebih ketat untuk memastikan keberlanjutan proyek-proyek energi. Melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara, kerja sama ini diharapkan dapat mempercepat transformasi energi di Indonesia.

Salah satu poin diskusi dalam Energy Transition Roundtable adalah peluang pengembangan energi nuklir. “Kanada adalah pemimpin dalam teknologi nuklir, dan kami tertarik untuk menjajaki kerja sama ini. Dengan persetujuan DPR, regulasi tenaga nuklir akan selesai pada 2025, dan implementasi awal ditargetkan pada 2032,” ujar Bahlil.

Selain itu, Bahlil menyoroti potensi besar Indonesia dalam energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). “Kami memiliki proyek besar seperti PLTA Kayan di Kalimantan dengan kapasitas 12 gigawatt dan di Papua sebesar 23 gigawatt. Ini adalah masa depan energi kita,” jelasnya.

Diskusi dalam forum juga melibatkan sejumlah perusahaan dari kedua negara, termasuk PLN, Mind ID, Pertamina, Candu Energy Inc., dan Greenwell Energy. Isu-isu strategis seperti teknologi energi bersih, green mining, hingga energi nuklir menjadi fokus pembahasan. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles