Indonesia alokasikan Rp569,3 T untuk inisiatif iklim, namun ketergantungan terhadap batu bara tetap jadi tantangan

Jakarta – Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan Rp569,3 triliun dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) sejak 2016 hingga 2022 untuk mendukung kebijakan perubahan iklim dan transisi energi. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam peluncuran riset tentang perdagangan dan investasi berkelanjutan, Selasa, 2 Juli.

“Bukan berarti Indonesia niatnya jadi berkurang atau dukungannya untuk ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kita akan terus berusaha untuk memenuhi. Kita muncul dengan logika transisi yang adil dan terjangkau,” kata Suahasil.

Komitmen pemerintah ini dipertanyakan oleh sejumlah pihak karena, di sisi lain, kebijakan yang dikeluarkan masih menunjukkan keberpihakan pada energi fosil, terutama batu bara.

Bhima Yudhistira, peneliti dari Center of Economics Law Studies (CELIOS) mengatakan bahwa “hingga 2030, orientasi investasi Indonesia masih akan bertumpu pada batu bara dan nikel”. Menurutnya, hal ini diperparah dengan gencarnya pembukaan smelter nikel yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi utama.

Kekhawatiran yang sama diutarakan oleh Dandy Rafitrandi, peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS). Ia menilai target net zero emission pada tahun 2060 berisiko gagal jika kebijakan transisi energi tidak segera diperbaiki.

“Kalau dengan effort yang sekarang, net zero emission pada 2060 sepertinya akan gagal,” ujar Dandy.

Salah satu kendala utama transisi energi di Indonesia adalah ketergantungan ekonomi negara terhadap sektor batu bara. Menyetop batu bara secara mendadak tidak dimungkinkan, namun produksi batu bara nasional saat ini terus membengkak melampaui target. “Pemerintah perlu meninjau kembali komitmennya terhadap transisi energi,” kata Dandy.

Perlambatan transisi energi juga diperparah dengan insentif yang terus diberikan pemerintah untuk sektor batu bara, seperti melalui Perppu No.2/2022 tentang UU Cipta Kerja.

Di tengah berbagai tantangan ini, realisasi transisi energi di Indonesia masih tertinggal. Riset Trend Asia menunjukkan bahwa pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia hanya 0,8 persen per tahun. Capaian energi terbarukan saat ini masih sekitar 11 persen dari target 23 persen pada tahun 2025. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles