IESR: Prabowo-Gibran harus segera tingkatkan investasi EBT hingga 20 kali lipat

Jakarta – Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dihadapkan pada tantangan besar dalam mempercepat transisi energi guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), langkah konkret yang mendesak adalah meningkatkan investasi di sektor energi terbarukan hingga 20 kali lipat dari level saat ini.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyatakan, bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk mempercepat transisi energi.

“Investasi di sektor energi terbarukan saat ini masih jauh dari cukup. Pada 2023, investasi tercatat hanya sebesar USD 1,5 miliar, padahal kita memerlukan sekitar USD 40 miliar hingga USD 50 miliar per tahun mulai 2025 untuk mencapai target NZE 2050,” ungkap Fabby dalam keterangan tertulis, Rabu, 23 Oktober.

Untuk mewujudkan target ambisius tersebut, Fabby menekankan bahwa sinergi antar kementerian sangat diperlukan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Investasi, Kementerian BUMN, serta Bappenas harus bekerja sama dalam menciptakan kebijakan yang mendukung iklim investasi yang lebih kondusif.

“Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan, regulasi, dan proses perizinan yang saat ini masih menghambat investasi energi terbarukan,” tambahnya.

Fabby juga menyoroti pentingnya kolaborasi internasional, khususnya dengan Tiongkok, sebagai salah satu mitra strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia.
“Kerjasama dengan Tiongkok dapat dimanfaatkan untuk investasi infrastruktur energi terbarukan, pengembangan rantai pasok teknologi bersih, serta dekarbonisasi industri pengolahan mineral,” ujar Fabby.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Tiongkok adalah salah satu investor terbesar di Indonesia dengan nilai investasi mencapai USD 7,44 miliar pada 2023.

“Jika pemerintah serius ingin mencapai NZE pada tahun 2050, maka investasi energi terbarukan harus ditingkatkan hingga 20 kali lipat dari saat ini,” tegasnya.

Selain itu, Fabby menggarisbawahi perlunya strategi yang jelas dalam menarik pendanaan lunak (concessional funding) untuk implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) serta Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi IESR, Arief Rosadi, menambahkan bahwa Indonesia dan Tiongkok memiliki peluang besar untuk memperkuat kerjasama dalam transisi energi.

“Kolaborasi dengan Tiongkok adalah peluang strategis yang dapat mendukung pembangunan infrastruktur energi terbarukan di Indonesia serta memberikan akses pendanaan berkelanjutan,” ujar Arief. Ia menjelaskan bahwa standar investasi hijau di kedua negara, seperti Taksonomi Hijau di Indonesia dan Green Investment Principle di Tiongkok, dapat diselaraskan untuk memfasilitasi kerjasama ini.

Sementara itu, pemerintah juga diharapkan bisa memprioritaskan pembangunan rantai pasok industri energi bersih, termasuk penyimpanan energi yang merupakan salah satu kunci dalam memastikan keberlanjutan pasokan listrik berbasis energi terbarukan.

“Indonesia memiliki potensi besar, namun tanpa investasi yang cukup, ambisi NZE akan sulit tercapai,” kata Fabby mengakhiri. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles