IESR: Industri manufaktur lokal bisa jadi solusi untuk penuhi kebutuhan 2 GW PLTS per tahun

Jakarta – Industri manufaktur lokal dipandang sebagai solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan di Indonesia yang diperkirakan mencapai 2 gigawatt (GW) per tahun, menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), Senin, 19 Agustus.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, dalam acara Pojok Energi bertema “Menakar Pengaruh Relaksasi TKDN Terhadap Industri PLTS Lokal” menjelaskan bahwa dua aturan baru yang diterbitkan pemerintah, yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 11/2024 dan Permenperin No. 34/2024, bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek PLTS yang sempat terhambat dalam beberapa tahun terakhir serta untuk menarik investasi di sektor ini.

“Aturan-aturan ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi pengembangan PLTS di Indonesia, terutama dalam hal pemanfaatan komponen lokal,” ujar Fabby.

Permen ESDM No 11/2024 mengatur penggunaan produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan energi terbarukan, termasuk PLTS, dengan memberikan relaksasi sementara pada penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Sementara, Permenperin No. 34/2024 mengatur tata cara penghitungan nilai TKDN untuk modul surya, yang menjadi komponen utama dalam pembuatan PLTS, tanpa menetapkan batasan minimal TKDN.

“Dalam Permenperin No. 34/2024, pengembang PLTS hanya dianjurkan menggunakan komponen lokal untuk mendapatkan nilai TKDN yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri lokal dalam memasok kebutuhan energi surya,” tambah Fabby.

IESR menilai bahwa dengan penguatan industri manufaktur PLTS lokal, Indonesia dapat mengandalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan. Berdasarkan rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024, kontribusi energi surya dalam bauran energi nasional diproyeksikan mencapai 13 persen pada tahun 2060. Ini mengindikasikan kebutuhan pemasangan PLTS sebanyak 2 GW per tahun untuk mencapai target kapasitas energi terbarukan sebesar 134 GW pada tahun 2060.

Untuk mendukung pertumbuhan industri manufaktur PLTS lokal, Fabby mengusulkan beberapa langkah, termasuk pemberian insentif fiskal dan non-fiskal untuk mengurangi biaya produksi, kerja sama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta kepastian regulasi dan pasar domestik.

Fabby juga mengingatkan bahwa keberhasilan penguatan industri lokal tidak hanya bergantung pada aturan TKDN, tetapi juga pada komitmen pemerintah dalam menciptakan permintaan yang stabil dan signifikan untuk produk-produk lokal.

“Kebijakan yang konsisten dan dukungan terhadap riset dan pengembangan teknologi energi terbarukan sangat diperlukan untuk memastikan industri dalam negeri dapat bersaing di pasar global,” tegasnya.

Selain itu, Fabby menekankan pentingnya pengawasan dalam implementasi aturan relaksasi TKDN, agar tidak hanya mengejar target jangka pendek, tetapi juga berfungsi sebagai strategi jangka panjang untuk pertumbuhan industri energi terbarukan yang berkelanjutan di Indonesia. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles