IESR: daerah penghasil batu bara perlu bangun ketahanan ekonomi

Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong agar konsep transisi berkeadilan (just transition) diimplementasikan dalam semua aturan turunannya, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Dalam upaya mengintegrasikan transisi energi yang berkeadilan, Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) telah memasukkan transisi energi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa transisi energi akan berdampak pada penurunan pendapatan di daerah penghasil batubara. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekspor batubara akibat transisi energi global yang beralih dari PLTU dan target net zero emission (NZE) negara-negara di dunia. “Transisi energi juga membawa manfaat, seperti terciptanya lapangan kerja hijau dan pengurangan biaya kesehatan akibat berkurangnya emisi dan polusi udara,” ujar Fabby dalam acara webinar Just Transition Dialogue: Definisi dan Cakupan Transisi Berkeadilan dalam Konteks Indonesia pada Senin, 15 Juli.

Fabby menambahkan bahwa diversifikasi dan transformasi ekonomi perlu direncanakan untuk mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari penurunan industri batubara. Pemerintah harus fokus pada pengembangan ekonomi alternatif di daerah-daerah penghasil batubara, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dapat menciptakan lapangan kerja baru.

“Ini penting untuk membantu ekonomi warga setempat ketika sektor batubara tidak lagi diandalkan sebagai sumber ekonomi utama,” jelasnya.

Pada kesempatan sama, Manajer Program Ekonomi Hijau IESR, Wira A Swadana, menekankan pentingnya memastikan transisi energi berjalan secara adil dan berkelanjutan. Menurutnya, ada tiga tujuan utama dari transisi berkeadilan: mengatasi isu-isu yang ada, mengantisipasi potensi masalah dari transisi, dan mendorong sistem rendah karbon.

“Proses transisi berkeadilan harus melibatkan transformasi ekonomi, sosial-politik, dan pelestarian lingkungan melalui pendekatan multi pihak dan multisektoral,” kata Wira.

Sementara itu, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan di Bappenas, Nizhar Marizi, menyebutkan bahwa transisi energi dalam RPJPN 2025-2045 mencakup pengakhiran dini PLTU batubara secara bertahap. Hal ini memerlukan perencanaan yang kuat dengan memperhatikan aspek berkeadilan.

“Analisis transformasi ekonomi dalam mendukung transisi energi berkeadilan harus mencakup pengembangan potensi pertanian, industri manufaktur, dan sektor pariwisata, serta program reklamasi tambang batubara,” ujar Nizhar.

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), menuturkan bahwa Indonesia perlu mendefinisikan transisi energi berkeadilan sesuai kondisi dalam negeri dengan merujuk pada definisi internasional yang ada.

“Indonesia telah membentuk Satuan Tugas Transisi Energi Nasional (Satgas TEN) untuk mempercepat transisi energi di subsektor ketenagalistrikan,” ungkap Nani.

Nani juga menyatakan bahwa Satgas TEN akan memulai program just transition dengan menyusun white paper untuk mendefinisikan area fokus dan mengidentifikasi kesenjangan dalam upaya saat ini.

“Kami telah merencanakan kajian percontohan transisi berkeadilan di daerah penghasil batubara di Kalimantan bersama IESR dan ESDM,” tambahnya.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan daerah penghasil batubara dapat membangun ketahanan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan, sehingga mampu menghadapi dampak transisi energi secara adil dan seimbang. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles