Jakarta – Di tengah rekor suhu panas global dan meningkatnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingati Hari Bumi 2025 dengan seruan keras kepada negara-negara industri utama dunia. Dalam pesannya, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menegaskan bahwa kelompok G20 memegang peran krusial dalam mempercepat transisi energi bersih dan membiayai pelestarian lingkungan global.
“Bumi kita sedang demam,” tegas Guterres dalam pernyataan resminya pada Selasa, 22 April. “Tahun lalu adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, penutup dari satu dekade pemanasan global ekstrem.”
Guterres menyebutkan bahwa lonjakan suhu global bukan terjadi secara alami, melainkan didorong oleh aktivitas manusia—terutama pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.
“Kita menghadapi kebakaran hutan yang brutal, banjir yang melumpuhkan, dan gelombang panas yang mematikan. Nyawa melayang dan mata pencaharian hancur,” ungkapnya.
PBB mencatat bahwa sepanjang 2024, suhu global rata-rata melonjak 1,48°C di atas tingkat pra-industri, mendekati ambang batas kritis 1,5°C yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Transisi energi tak bisa ditunda
Dalam peringatan Hari Bumi yang tahun ini mengangkat tema “Kekuatan Kita, Planet Kita” (Our Power, Our Planet), PBB mendorong seluruh negara untuk menyerukan percepatan transisi menuju sumber energi terbarukan
“Energi terbarukan bukan hanya lebih sehat dan aman, tetapi kini juga lebih murah dibanding bahan bakar fosil,” ujar Guterres.
“Berpindah ke jalur pemulihan tidak hanya menyelamatkan bumi, tapi juga memperkuat ekonomi dan menciptakan masyarakat yang lebih tahan terhadap bencana.”
Sorotan tajam diarahkan pada negara-negara G20, yang meski hanya mewakili sekitar 60% populasi dunia, menyumbang lebih dari 75% emisi karbon global.
“Ini adalah kesempatan penting untuk mendapatkan keuntungan dari energi bersih. Saya mendorong semua negara untuk mengambilnya, dengan G20 yang memimpin,” kata Guterres.
Ia juga menekankan pentingnya transfer pendanaan dan teknologi dari negara maju kepada negara berkembang untuk mempercepat adaptasi iklim dan konservasi keanekaragaman hayati.
Pendanaan untuk alam masih minim
Guterres mengingatkan bahwa pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem sering kali terabaikan dalam agenda iklim. Padahal, kerusakan alam berdampak langsung pada ketahanan pangan, air, dan kesehatan manusia.
“Hilangkan polusi. Hentikan perusakan alam. Sediakan dana untuk melindungi ekosistem yang menopang kehidupan,” seru Guterres.
Guterres menyerukan agar semua negara memastikan target NDC mereka benar-benar sejalan dengan upaya menjaga suhu bumi tidak melampaui 1,5°C.
“Mari jadikan tahun ini titik balik. Tahun 2025 harus menjadi tahun di mana dunia bersatu, menyembuhkan bumi, dan menyelamatkan masa depan kita bersama,” ucapnya. (Hartatik)
Foto banner: Tangkapan layar kanal YouTube PBB