Greenpeace desak pemerintah hentikan pengecualian PLTU captive

Jakarta – Greenpeace Indonesia kembali menyoroti dampak lingkungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) captive dan mendesak pemerintah untuk segera mencabut pengecualian bagi fasilitas ini dalam kebijakan transisi energi. Menurut organisasi lingkungan tersebut, keberadaan PLTU captive yang masih diperbolehkan beroperasi di sektor industri justru menghambat upaya Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara.

Bondan Andriyanu, Ketua Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, di situs Greenpeace Indonesia, Rabu, 5 Maret, mengungkapkan bahwa pencemaran akibat PLTU captive telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.

Mengutip laporan Walhi, Bondan mengatakan bahwa, “di Morosi, Sulawesi Tenggara, pembakaran batu bara di PLTU captive telah mencemari lahan masyarakat seluas 151 hektare yang sebelumnya digunakan sebagai tambak ikan. Abu tersebut bercampur dengan udara dan mengendap di lahan serta sumber air yang menyebabkan penurunan kualitas air tanah hingga tidak lagi produktif”.

Lebih lanjut, Bondan menjelaskan bahwa limbah dari PLTU captive PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) telah mencemari Sungai Lee, mengganggu ekosistem perairan dan merugikan mata pencaharian nelayan lokal. Selain itu, masyarakat di sekitar wilayah operasional PLTU captive menghadapi kesulitan mendapatkan akses terhadap udara bersih dan air layak konsumsi.

Dampak buruk dari operasional PLTU captive juga telah dikaji oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA). Menurut riset terbaru pada 2025, penghentian dini PLTU seperti Cirebon-1 berkapasitas 660 MW akan memberikan manfaat kesehatan yang signifikan.

Laporan CREA tersebut mengatakan bahwa jika PLTU ini dihentikan lebih awal, maka sebanyak 6.370 kematian dini dapat dicegah dan beban ekonomi akibat dampak kesehatan bisa berkurang hingga USD 4,4 miliar atau sekitar Rp 67 triliun antara tahun 2036 dan 2042.

Sebagai bagian dari tekanan terhadap pemerintah, Greenpeace Indonesia bersama Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi meluncurkan ringkasan kebijakan (policy brief) yang menyerukan penghentian pengecualian bagi PLTU captive dari kebijakan transisi energi. Mereka menyoroti keberadaan 35 unit PLTU captive di Sulawesi dengan total kapasitas mencapai 5.665 MW yang justru memperpanjang ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.

Bondan mengatakan bahwa “ketergantungan Indonesia terhadap batu bara dan membuat target transisi energi menjadi tidak realistis.” Menurutnya, pemerintah harus merevisi Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 agar tidak lagi memberikan pengecualian bagi PLTU captive dan segera memasukkan fasilitas ini dalam rencana penghentian penggunaan batu bara (phase-out).

Greenpeace menegaskan bahwa transisi energi yang adil harus berfokus pada pengembangan energi terbarukan, bukan mempertahankan pembangkit berbasis batu bara yang terus mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat. (Hartatik)

Foto banner: pexels.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles