Jakarta – Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) telah membuka draf rencana Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) secara resmi untuk publik melalui laman www.jetp-id.org. Peluncuran CIPP JETP ini ditargetkan sebelum konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP28) di Dubai, UEA pada 30 November 2023.
Dalam ringkasan eksekutif draf CIPP JETP disebutkan bahwa sejumlah target telah ditetapkan bersama dalam Kelompok Kerja Teknis JETP. Namun, itu belum termasuk permodelan dan analisis terkait pembangkit listrik sistem off-grid atau di luar jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Alternatif pembangkit captive itu masih dicari.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga mengatakan, pembangkit-pembangkit captive, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara milik industri, memang belum menjadi prioritas. Meski ada harapan bahwa swasta menggunakan kemampuan sendiri untuk mengupayakan transisi energi.
”Pemerintah juga perlu menyiapkan regulasi lebih lanjut terkait PLTU-PLTU (captive) ini agar selaras dengan peta jalan transisi energi. Ada juga pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang kapasitasnya kecil-kecil, tapi banyak. Dalam CIPP mungkin tak dimasukkan, tapi dalam matriks penilaian jumlah emisi nasional, bagaimanapun semua itu harus masuk,” ujar Daymas dalam keterangan tertulis.
Apalagi kapasitas PLTU captive di Indonesia lebih dari 10 gigawatt (GW). Karena itu, semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perlu memikirkan dan menganalisis ini. Termasuk proyeksi supply-demand listrik nasional yang tak boleh lagi keliru.
Ia menilai, dengan tak mencakup pembangkit captive, bisa jadi akan memengaruhi komitmen pendanaan dari negara-negara donor, lewat program-program transisi energi. Namun, lantaran CIPP bersifat living document (dapat diperbarui), diharapkan pendanaan JETP tetap optimal untuk mendukung transisi energi. ”Transparansi juga perlu terus dikedepankan,” ujarnya. (Hartatik)