Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa ekosistem lahan basah berperan penting bagi mitigasi perubahan iklim. Mangrove yang mendominasi ekosistem lahan basah di Indonesia, mampu menyimpan karbon hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan hutan hujan tropis.
Meski begitu, cadangan karbon yang tersimpan di lahan gambut dan mangrove tersebut akan terlepas ke udara jika dikeringkan atau dialihfungsikan. Karena itu, kegiatan penyelamatan dan pemulihan lahan basah, serta pemahaman dan kesadaran publik terkait restorasi penting dilakukan agar bumi tidak semakin memburuk akibat efek perubahan iklim.
“Indonesia memiliki potensi lahan gambut (yang) menyimpan karbon sekitar 57 gigaton atau 20 kali lipat karbon tanah mineral biasa,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto dalam pernyataan yang dikutip, awal bulan ini.
Menurutnya, Indonesia memiliki ekosistem lahan basah terluas di Asia, setelah China, dengan luas mencapai 40,5 juta hektare atau sekitar 20 persen dari luas wilayah Indonesia. Potensi ini tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia. Selain kemampuannya dalam menyerap karbon, lahan gambut yang luas itu juga mengandung berbagai keanekaragaman hayati yang sangat penting dan bernilai untuk modal pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut KLHK Sri Parwati Murwani Budisusanti menambahkan, lahan basah mengandung air dengan komposisi hingga 90 persen. Jika lahan basah itu kering, maka bisa terdampak terhadap ketersediaan air di wilayah tersebut. (Hartatik)