Jakarta – Wakil ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa masuknya klausul pengaturan pengembangan nuklir dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) menjadi prioritas.
“Nuklir itu kan pertanyaannya kapan mau menggerakkan energi nuklir dan itu perlu masuk atau tidak. Kita tetap menghendaki nuklir masuk dalam UU EBET,” ujar Eddy dalam keterangannya Jumat, 22 Maret.
Meskipun pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) generasi ketiga mendapat pengecualian persetujuan DPR dalam RUU EBET, menurutnya, pengembangan nuklir, yang memerlukan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi, tidak bisa dilakukan tanpa adanya pengalaman yang memadai. “Oleh karena itu, kita ingin tetap (PLTN) ukuran besar atau kecil tetap persetujuan DPR,” tandasnya.
Seiring dengan pembahasan di DPR, pemerintah juga tengah bergerak cepat dalam menetapkan target operasi komersial PLTN guna meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT). Dalam draf revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional, target operasi komersial PLTN dipercepat ke tahun 2032 dari sebelumnya 2039.
Percepatan tersebut sejalan dengan target bauran EBT yang direncanakan mencapai 25% – 26% pada tahun 2035, dengan asumsi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama akan beroperasi pada 2032 dengan kapasitas terpasang sebesar 250 megawatt (MW).
Berdasarkan peta jalan yang baru, pemerintah juga menargetkan bauran EBT mencapai 38% – 41% pada tahun 2040, dan bahkan hingga 52% – 54% pada tahun 2050.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengeluarkan aturan baru untuk mempercepat pengembangan PLTN di Indonesia. Keputusan tersebut terwujud dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 34.K/HK.02/MEM/2024 yang mengatur pembentukan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir (NEPIO).
Meskipun proses pembentukan NEPIO memerlukan pendalaman kembali mengenai efektivitasnya, keputusan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengungkapkan, lokasi pembangunan PLTN perdana di Indonesia rencananya akan berada di Pulau Gelasa, Kepulauan Bangka Belitung. Kapasitasnya direncanakan mencapai 500 megawatt (MW).
“Sebetulnya ada beberapa lagi, seperti di Kalimantan Barat karena di sana secara data statistik hampir tidak pernah terjadi gempa. Kemudian, Sulawesi Tenggara, lalu Pulau Nias juga salah satu alternatifnya,” katanya.(Hartatik)