Supernova Ecosystem luncurkan inovasi pendanaan hijau, targetkan konservasi hutan dan lapangan kerja bagi masyarakat adat

Jakarta – Supernova Ecosystem meluncurkan instrumen pendanaan hijau yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta konservasi hutan. Program ini ditargetkan akan mendukung 120 bisnis berkelanjutan hingga tahun 2030, dan diharapkan dapat menyerap 7 juta ton CO2, menyelamatkan 700 ribu hektar area hutan, serta menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat.

Dalam acara diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” di Jakarta, Inez Stefanie, Equator Capital Partner Supernova Ecosystem, menjelaskan peran katalis Supernova Ecosystem dalam mempertemukan pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah untuk mendukung bisnis berkelanjutan.

“Terdapat dua program unggulan untuk mewujudkan ini, yaitu Konstelasi Accelerator dan Equatora Capital. Harapannya, ini dapat mengatasi kesenjangan risiko bisnis ramah lingkungan dan sosial yang terjadi di sepanjang rantai pasok,” jelas Inez, awal April.

Inez juga menyampaikan bahwa target jangka pendek Supernova Ecosystem di tahun 2025 adalah melestarikan lahan seluas 35.000 hektar yang berdampak pada 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan. Tujuh komoditas utama, termasuk coklat, kelapa, dan jambu mete, akan dikembangkan dalam pipeline mereka, sebagian besar berlokasi di bagian Timur Indonesia.

“Dalam mencapai target tersebut, kolaborasi multipihak sangat diperlukan. Ini yang terus dilakukan Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, seperti Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), serta para lembaga multipihak lainnya,” tambahnya.

Tantangan dalam pengembangan UMKM Hijau atau bisnis berkelanjutan di Indonesia menjadi sorotan dalam sesi diskusi. Dr Mubariq Ahmad, Ahli Ekonom dan Lingkungan, menyebutkan tantangan utama termasuk keterbatasan pendanaan dari pemerintah dan kurangnya akses pemilik usaha terhadap fasilitas investasi berdampak.

“Tantangan kedua adalah kurangnya kesadartahuan terhadap penggunaan bank konvensional dan kemampuan untuk mengaksesnya dari pemilik usaha,” tambahnya.

Namun, Mubariq optimis akan potensi besar Indonesia dalam mengembangkan bisnis berkelanjutan.

“Jika model bisnis konvensional dapat diubah menjadi bisnis berkelanjutan, sektor UMKM berpotensi membawa dampak besar pada upaya pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

Dr. Mahpud Sujai, praktisi kebijakan keuangan berkelanjutan, menyoroti peran regulasi dalam mengembangkan bisnis berkelanjutan.

“Regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI) akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Sementara itu, LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari), sebagai mitra Supernova Ecosystem, telah melakukan berbagai program pengembangan bisnis berkelanjutan di 9 anggota kabupaten lestari.

“Kami bekerja bersama pemerintah kabupaten anggota untuk melakukan pemetaan potensi komoditas dan potensi pengembangan produk inovasi berbasis alam,” ujar Vitri Sekarsari, Deputy Head Partnership, Communication and Resource Mobilization LTKL.

Program LTKL bersama KEM diharapkan dapat menjadi contoh kolaborasi yang berhasil dalam mencapai bisnis berkelanjutan.

“Target KEM adalah membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari,” ungkap Bryan Citrasena, Partnership and Communications Manager, KEM.

Melalui upaya bersama Supernova Ecosystem, LTKL, dan KEM, diharapkan bahwa akses pendanaan dan pasar bagi UMKM Hijau akan semakin meningkat, sehingga kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat terwujud. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles