Dalam sebuah langkah bersejarah, COP28 berhasil membentuk Dana Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage Fund) yang telah lama ditunggu-tunggu pada hari pembukaan konferensi, yang menandai kemenangan signifikan bagi kepresidenan COP28 dan terobosan bagi negara-negara kepulauan kecil yang telah mengadvokasi dana tersebut selama tiga dekade.
Setelah lima kali pertemuan tahun ini, Komite Transisi Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage Transitional Committee) mencapai konsensus. Meskipun masih ada perbedaan pendapat antara negara berkembang dan negara maju mengenai aspek-aspek krusial, seperti peran Bank Dunia dan mekanisme seperti akses langsung, komite ini menyepakati serangkaian rekomendasi untuk dana tersebut.
UEA, yang menjadi tuan rumah COP28, siap untuk melihat perkembangan ini sebagai kemenangan yang substansial, mengingat kampanye yang berlarut-larut oleh negara-negara kepulauan kecil dan kontroversi seputar organisasi konferensi.
Janji untuk Dana Kerugian dan Kerusakan, yang sejauh ini telah mencapai lebih dari USD 250 juta, telah dibuat, yang menandakan komitmen bersama untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Akun resmi kepresidenan COP28 X (twitter) merayakan komitmen UEA tersebut: “UEA berkomitmen sebesar $100 juta untuk Kerugian dan Kerusakan, sebuah tonggak penting dalam memberikan bantuan kepada masyarakat yang rentan dan membangun ketahanan bagi mereka yang menderita dampak perubahan iklim yang menghancurkan. Kami mendorong para pemimpin untuk meningkatkan ambisi dan membuka pendanaan penting yang diperlukan untuk memastikan COP28 yang transformasional.”
Sultan Al Jaber menyatakan kebanggaannya atas adopsi keputusan yang cepat ini, dengan menyatakan, “Kita telah membuat sejarah hari ini, pertama kalinya sebuah keputusan diadopsi pada hari pertama COP manapun. Ini adalah bukti bahwa kita bisa mewujudkannya.”
Dalam sebuah studi, Dr James Rising dari University of Delaware memperkirakan bahwa kerugian dan kerusakan ekonomi global akibat perubahan iklim mencapai sekitar USD 1,5 triliun pada tahun 2022. Rata-rata, negara-negara di Global South kehilangan 8,3% dari PDB mereka akibat dampak perubahan iklim.
Avinash Persaud, negosiator negara berkembang dan utusan khusus iklim untuk Barbados dan Perdana Menteri Mottley, menggambarkan perjanjian ini sebagai “perjanjian bersejarah yang diperjuangkan dengan susah payah”. Ia menekankan pentingnya perjanjian ini dalam mengakui kerugian dan kerusakan iklim sebagai sebuah kenyataan bagi hampir separuh populasi dunia.
Joe Thwaites, Penasihat Senior untuk Pendanaan Iklim Internasional di NRDC (Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam), memuji pembentukan Dana Kerugian dan Kerusakan sebagai pencapaian bersejarah, dan menekankan bahwa dana ini akan memberikan bantuan mendesak kepada masyarakat yang rentan yang menghadapi dampak langsung krisis iklim. Thwaites menyerukan kepada semua negara kaya dan penghasil emisi tinggi untuk ikut serta dan berkontribusi pada dana tersebut, dengan menekankan tanggung jawab bersama. (nsh)