CIFOR-ICRAF dan su-re.co kerjasama merestorasi Batur UNESCO Global Geopark

Johor Bahru, Malaysia – Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (The Center for International Forestry Research and World Agroforestry/CIFOR-ICRAF) bermitra dengan su-re.co, sebuah LSM lokal, untuk merestorasi Batur UNESCO Global Geopark dan daerah sekitarnya di Bali Timur Laut. Upaya kolaboratif ini bertujuan untuk merehabilitasi sekitar 20.000 hektar lahan yang terdegradasi, dengan menggabungkan praktik wanatani (agroforestri) dan reforestasi.

Wilayah yang mencakup Batur UNESCO Global Geopark ini menghadapi tantangan lingkungan yang signifikan, dengan sekitar 135.000 hektar lahan yang terdegradasi di Kawasan Hutan. Praktik kehutanan dan pertanian yang tidak berkelanjutan telah menyebabkan degradasi vegetasi, tanah, dan sumber daya air di 43.000 hektar, yang berdampak pada masyarakat setempat dengan masalah seperti kekeringan, banjir bandang, tanah longsor, dan kualitas air yang buruk.

Proyek ini, di bawah Nota Kesepahaman antara su-re.co dan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup pemerintah provinsi, bertujuan untuk memanfaatkan regenerasi alami yang dibantu, di mana masyarakat setempat turun tangan untuk membantu pepohonan dan vegetasi asli pulih secara alami. Proyek ini juga menggunakan pengayaan penanaman, dan wanatani untuk memulihkan lahan yang terdegradasi.

Kawasan yang direstorasi akan menyerap karbon dalam jumlah besar dan menghasilkan komoditas yang diminati seperti kopi dan rempah-rempah, menghasilkan bioenergi, dan menawarkan jasa ekosistem yang lebih baik.

“CIFOR-ICRAF memberikan basis ilmiah bagi pekerjaan agroforestri untuk restorasi. Secara khusus dalam proyek ini kami memastikan desain dan implementasi bersama kegiatan, dengan mempertimbangkan masyarakat dan mata pencaharian mereka. Ini berarti strategi yang kami kembangkan mencerminkan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi setempat,” ujar Ilmuwan CIFOR-ICRAF, Swetha Peteru.

Proyek sepuluh tahun ini akan dilaksanakan oleh sebuah konsorsium yang terdiri dari su-re.co, pemerintah Indonesia (DKLH dan Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN), Universitas Udayana, CIFOR-ICRAF, National Institute of Forest Science (NIFoS, Republik Korea), sektor swasta, para donor, dan mitra investasi. Kolaborasi ini akan bekerja melalui empat komponen utama, termasuk membangun lingkungan pendukung yang terkoordinasi, merancang dan mengimplementasikan model restorasi bersama, melatih masyarakat dan pemangku kepentingan, serta memperkuat kemitraan untuk keberhasilan jangka panjang.

Hasil yang diharapkan meliputi pengembangan plasma nutfah berkualitas, lanskap restorasi terpadu dan bioenergi, pelatihan bagi petani dan pejabat, lingkungan yang mendukung investasi, dan penciptaan usaha kecil dan menengah. Proyek ini sejalan dengan komitmen internasional dan nasional, termasuk Dekade Restorasi Ekosistem PBB, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, Kontribusi Nasional Indonesia, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

“Melalui proyek 10 tahun ini, kami tidak hanya berharap dapat menghasilkan kredit karbon dan mengeksplorasi skema pembayaran untuk ekosistem lainnya, kami juga mengantisipasi sekitar 10.000 petani pria dan wanita, dilatih dalam regenerasi alami yang dibantu, teknik wanatani, dan praktik-praktik lainnya. Selain itu, di tingkat pemerintah, kami mengantisipasi pelatihan 100 staf kehutanan dan geopark dalam pengelolaan regenerasi alami dan wanatani dalam jangka panjang,” kata Peteru. (nsh)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles