Jakarta – Dalam upaya mempercepat transisi energi bersih, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyerukan peningkatan kapasitas pinjaman dari Bank Pembangunan Multilateral dan penguatan pembiayaan konsesi. Hal ini disampaikan pada pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu, 12 Januari.
“Kendala finansial menjadi penghambat utama transisi energi, terutama di negara-negara berkembang. Peningkatan kapasitas pinjaman dari bank pembangunan multilateral dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi keterbatasan tersebut,” ujar Guterres dalam pidatonya.
Guterres menyoroti ketimpangan yang terjadi dalam investasi energi bersih. Sejak 2016, negara berkembang hanya menerima 20% dari total investasi global untuk energi bersih. Hal ini dianggapnya sebagai tantangan besar yang perlu segera ditangani demi mencapai target transisi energi yang berkeadilan.
“Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan besar dalam beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Kita perlu menciptakan arus keuangan inovatif untuk mempercepat transisi ini,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengalihan subsidi bahan bakar fosil ke sektor energi bersih. “Mengalihkan subsidi bahan bakar fosil ke investasi energi terbarukan adalah langkah krusial untuk memastikan transisi yang berkeadilan,” tambah Guterres.
Fokus pada energi terbarukan
Sidang Majelis Umum IRENA kali ini berfokus pada peningkatan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada 2030, peningkatan ambisi Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC), dan dukungan untuk negara berkembang dalam transisi energi. Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, menekankan bahwa energi terbarukan harus menjadi prioritas utama di tengah perubahan geopolitik dan kemajuan teknologi.
“Pengembangan energi terbarukan adalah cara paling efektif untuk menjaga stabilitas iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Di era transformasi ini, kita harus memanfaatkan teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan, untuk mendorong percepatan transisi energi,” kata Francesco.
Konflik geopolitik dan cuaca ekstrem global telah memperburuk ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Di tengah situasi tersebut, Guterres meminta setiap negara untuk memasukkan rencana transisi energi ke dalam aksi iklim nasional mereka. (Hartatik)