Jakarta – Potensi energi terbarukan di Indonesia termasuk energi air sangat besar, namun pemanfaatannya masih minim, menurut pakar lingkungan. Hingga semester I 2023, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang PLTA di Indonesia baru mencapai 6,7 GW, dari total kapasitas terpasang EBT sebesar 12,7 GW.
Rektor Institut Teknologi PLN, Iwa Garniwa, dalam simposium bertajuk ‘Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia’ yang diselenggarakan secara hybrid oleh Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Environment Institute, APIK Indonesia Network, dan Iluni SIL UI, mengatakan, potensi energi hidro untuk PLTA di Indonesia mencapai 95 GW. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan potensi surya yang mencapai 3.294 GW, namun lebih tinggi dari potensi bioenergi sebesar 57 GW, potensi bayu 155 GW, dan potensi panas bumi 23 GW.
Iwa menyoroti aspek positif PLTA, di mana responsnya dapat disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan dengan cepat, sambil menjelaskan bahwa pembangkit listrik ini merupakan energi ramah lingkungan, bebas dari karbon emisi, dan tidak menciptakan polusi yang dapat berkontribusi pada efek gas rumah kaca.
Namun, di balik berbagai keuntungan, ada tantangan yang perlu diatasi. Iwa menyebutkan bahwa pengembangan PLTA memerlukan investasi besar dan dapat mengganggu ekosistem sungai atau danau di lokasi pembangunan bendungan air. Kendati demikian, ia menekankan bahwa pemanfaatan EBT seperti PLTA dapat mendorong pertumbuhan industri dengan skema Renewable Energy Based Industrial Development (REBID).
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pengembangan PLTA di Indonesia, termasuk memberikan insentif kepada investor untuk membangun PLTA. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat PLTA. “Potensi PLTA Indonesia sangat besar, namun pemanfaatannya masih minim. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mempercepat pengembangannya,” kata Iwa Garniwa.
Sinergi energi terbarukan dan pertimbangan dampak lingkungan
“Pengembangan potensi PLTA bersama dengan Pembangkit Listrik Panas Bumi skala besar terintegrasi dengan pengembangan industri dapat menciptakan sinergi dalam pengembangan klaster ekonomi,” imbuhnya.
Iwa Garniwa menyebutkan beberapa proyek PLTA yang sedang dalam tahap pengembangan, seperti PLTA Kayan berkapasitas 9.000 MW untuk industri manufaktur, PLTA Mentarang berkapasitas 1.375 MW untuk industri smelter, dan rencana kerja sama dengan Australia untuk pengembangan PLTA Mahakam dan Keai serta PLTA Mamberamo.
Sementara itu, Ketua Klaster Riset Inovasi Hijau, Produksi–Konsumsi Berkelanjutan dan Energi Terbarukan SIL UI, Ahyahudin Sodri mengatakan, bahwa pembangunan PLTA perlu memperhatikan aspek lingkungan.
“Pemerintah harus memastikan bahwa pembangunan PLTA tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan,” kata Ahyahudin.
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat setempat dalam proses pembangunan PLTA. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya konflik sosial dan memastikan pengembangan PLTA dapat berjalan secara berkelanjutan. (Hartatik)