Analis: Batu bara menjadi senjata geopolitik baru di era transisi energi

Jakarta – Pemerintah Indonesia mendapati dirinya berada di tengah tekanan kuat untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai sumber energi, terutama dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dorongan kuat dari negara-negara barat tersebut tak lepas dari peran kunci Indonesia dalam pasar global batu bara.

Menurut Komaidi untuk menghadapi tekanan ini, Pemerintah Indonesia harus bergerak cepat untuk menetapkan target pengurangan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), bahkan sampai harus melakukan pensiun dini terhadap sejumlah PLTU yang beroperasi.

“Setiap tahunnya, ratusan juta ton batu bara Indonesia dikirim ke China dan India, yang notabene merupakan ‘musuh’ negara-negara Barat dalam perdagangan dunia,” ungkap Komaidi dalam sesi diskusi.

Penggunaan batu bara dalam PLTU yang menjadi salah satu sumber utama produksi listrik di Indonesia.

Menurut data yang dikutip oleh Komaidi, China dan India telah menjadi tujuan utama ekspor batu bara Indonesia. Dalam 15 tahun terakhir, keduanya telah menjadi pesaing utama Eropa dan Amerika Serikat dalam perdagangan dunia.

“Bauran energi kedua negara ini menunjukkan ketergantungan mereka pada batu bara, dengan India mencapai 70 persen dan China mencapai 60-65 persen dari total energinya,” jelasnya.

Namun, sementara batu bara menjadi fokus dalam transisi energi global, peran ekonomi batu bara di Indonesia tetap signifikan. Batu bara memiliki keterkaitan dengan 76 sektor pendukung di Indonesia, yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang substansial.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menegaskan bahwa kontribusi ekonomi batu bara bagi Indonesia tidak bisa diabaikan. “Kekayaan mineral dan batu bara Indonesia mencapai USD 4 triliun, dan sebagian besar berasal dari batu bara,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Irwandy menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri batu bara Indonesia dalam konteks transisi energi global. “Pemerintah telah menurunkan target penggunaan batu bara hingga tahun 2025, namun produksi batu bara diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2060,” jelasnya.

Meskipun berbagai skenario telah dipertimbangkan, batu bara masih dianggap akan tetap relevan dalam waktu yang cukup lama, dengan perkiraan produksi mencapai 720 juta ton hingga tahun 2060. Namun, hal ini tentunya akan sangat bergantung pada perkembangan teknologi Energi Baru Terbarukan (EBT). (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles