Ambisi Indonesia untuk memimpin sektor kendaraan listrik

Jakarta – Ketua asosiasi produsen kendaraan listrik (EV) di Indonesia meyakini bahwa Indonesia harus memanfaatkan momentum permintaan akan produk ramah lingkungan.

Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko mengatakan bahwa ia yakin harga kendaraan listrik akan turun secara signifikan seiring dengan meningkatnya produksi. Dia mengatakan “di masa depan, kendaraan listrik dapat diproduksi oleh perusahaan menengah dan kecil. Saya yakin karena sangat mudah dan sederhana untuk membuat kendaraan listrik.”

Moeldoko mengatakan kepada para peserta pameran kendaraan listrik Periklindo Electric Vehicle Show 2023 (PEVS 2023) di Jakarta bahwa Indonesia memiliki “kepercayaan diri untuk menggunakan momentum dari situasi yang berubah ini untuk melompat bersama ketika kita berbicara tentang EV. Ini adalah momentum, jika kita tidak menyambutnya dengan baik, kita akan tertinggal. Jika kita melompat dan bukan hanya berjalan, kita akan memimpin.”

Ia mengatakan bahwa Indonesia menikmati perkembangan kendaraan listrik. “Kita menggunakan sebagian besar anggaran negara untuk mensubsidi bahan bakar minyak. Jika kita beralih ke kendaraan listrik secara besar-besaran, maka pengembangan sektor-sektor lain akan diuntungkan. APBN yang tadinya digunakan untuk BBM bisa digunakan untuk sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.”

Moeldoko, yang juga merupakan Kepala Staf Kantor Kepresidenan, mengatakan bahwa Indonesia memiliki sumber daya yang dapat mendukung keberlanjutan produksi kendaraan listrik. Tidak hanya memamerkan kendaraan listrik, pameran ini juga menghadirkan industri pendukung kendaraan listrik seperti teknologi pengisian daya, infrastruktur pengisian daya, solusi baterai, dan komponen lainnya.

 

Kendaraan listrik Wuling Airev dengan sekitar 40% komponen lokal dipamerkan di Periklindo’s Electric Vehicle Show (PEVS) 2023. (nsh)

Kekuatan regional

Pada acara tersebut, Periklindo mengumumkan bahwa mereka bergabung dengan rekan-rekan regionalnya. Federasi Asosiasi Kendaraan Listrik Asia (AFEVA) menyambut Indonesia sebagai anggota terbarunya. Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) akan bergabung dengan anggota yang sudah ada sebelumnya dari Filipina, Singapura, Thailand dan Malaysia.

Moeldoko mengatakan “kelima anggota ASEAN sepakat untuk lebih memimpin penelitian dan pengembangan baterai. Ini adalah kesempatan yang baik.” Dia mengatakan bahwa dengan bekerja sama dalam federasi, masing-masing negara akan dapat mempengaruhi kebijakan nasional untuk mendukung pengembangan ekosistem yang mendukung kendaraan listrik.

R. Hendro Martono, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa sebagai negara dengan ekonomi terbesar di kawasan ini, kepemilikan kendaraan roda empat di Indonesia yang mencapai 99 unit per seribu penduduk, relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga, yaitu Singapura yang mencapai 211 unit, Thailand 275 unit, dan Malaysia yang mencapai 490 unit per seribu penduduk.

Martono mengatakan bahwa di Indonesia saat ini terdapat 62.676 unit kendaraan listrik mulai dari sepeda motor, mobil penumpang, kendaraan roda tiga, bus, dan mobil barang. Dia mengatakan pada tahun 2030 produksi kendaraan listrik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 80% ditargetkan sebanyak 600.000 unit mobil listrik dan sebanyak sembilan juta unit sepeda motor.

Berlomba untuk memimpin, dengan biaya berapa?

Awal tahun ini, Indonesia mengumumkan pemberian subsidi yang cukup besar untuk pembelian kendaraan listrik untuk meningkatkan penjualan. Martono mengatakan bahwa insentif yang diberikan untuk sepeda motor listrik dengan komponen dalam negeri lebih dari 40% adalah sebesar Rp 7 juta (USD 470) untuk 200 ribu unit atau total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 1,4 triliun. (USD 94 juta).

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Roda Empat Berbasis Baterai (KBLBB) Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik  Berbasis Baterai (KBLBB) Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023.

Subsidi untuk kendaraan bermotor listrik roda empat berbasis baterai (KBLBB) dan bus yang menggunakan komponen dalam negeri sebesar 40% atau lebih (TKDN ≥ 40%), diberikan dalam bentuk pembebasan PPnBM sebesar 10% dari tarif PPnBM sebesar 11%. Mobil listrik dengan komponen dalam negeri kurang dari 40% dan dirakit di Indonesia akan mendapatkan pembebasan PPN sebesar lima persen.

Kebijakan ini mendapat banyak kritik dari kelompok masyarakat sipil dan analis, terutama yang mengatakan bahwa dorongan untuk lebih banyak kendaraan listrik tidak akan berkontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca karena sebagian besar listrik yang diproduksi di wilayah ini masih menggunakan bahan bakar fosil. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa “lebih dari separuh listrik di ASEAN berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Sementara itu, untuk mencapai target Perjanjian Paris, semua pembangkit listrik tenaga batu bara harus dihentikan pada tahun 2040”.

Moeldoko mengatakan bahwa subsidi diberikan karena sektor ini bergerak lambat. Ia menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan bahwa saat ini subsidi dan insentif sedang dievaluasi.

Diperlukan investasi hijau

Tumiwa mengatakan, lebih dari 50% pembangkit listrik yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara berusia kurang dari 10 tahun dengan konsekuensi bahwa pensiun dini pembangkit listrik membutuhkan sumber daya keuangan yang cukup besar, sehingga perlu dikombinasikan dengan pembiayaan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan untuk menjamin keamanan pasokan energi di kawasan yang ekonominya berkembang pesat.

Martono menyebutkan bahwa total investasi di industri perakitan kendaraan listrik adalah Rp 3,233 triliun (USD 217 juta) dan saat ini terdapat 62.676 unit yang telah beredar di pasaran, lebih dari 75% di antaranya adalah kendaraan roda dua.

Analisis IESR menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir, rata-rata investasi energi terbarukan di kawasan ini baru mencapai USD 1,6 miliar per tahun, atau 20 persen dari total investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025. (nsh)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles