Jakarta – Ada kebutuhan mendesak untuk memberdayakan petani dengan teknik pertanian yang tepat, tata kelola, pengembangan kapasitas, dan dukungan keuangan untuk mengatasi berbagai dampak perubahan iklim. Bernadinus Steni, Ketua Pengurus Aliansi Kolibri, mengatakan kelangkaan air dan serangan hama yang diperparah oleh pola cuaca yang tidak dapat diprediksi, antara lain adalah alasan pentingnya memberdayakan petani dengan sumber daya dan pengetahuan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
“Sektor pertanian di Indonesia menghadapi berbagai masalah. Degradasi tanah dan perubahan iklim merupakan faktor utama dalam penurunan produktivitas pertanian,” tambahnya.
Aliansi Kolibri secara resmi diluncurkan hari ini di Jakarta untuk mendukung masyarakat petani Indonesia di tengah-tengah tantangan iklim yang semakin meningkat. Koalisi baru yang terdiri dari delapan organisasi masyarakat sipil ini bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan dan memerangi deforestasi di sektor pertanian Indonesia.
Berbagi wawasan dari lapangan, La Ode Fitriyadi Nursyawal dari Sekolah Rakyat Butuni (Serabut), Sulawesi Tenggara, membahas pergeseran dari metode pertanian tradisional ke wanatani untuk meningkatkan keragaman pendapatan. “Kami telah beralih dari pertanian monokultur ke pertanian yang beragam, sekarang kami menanam kopi dan pala di samping kelapa,” kata Nursyawal kepada para wartawan dalam acara peluncuran Aliansi Kolibri.
Demikian pula, inisiatif akar rumput seperti yang dipimpin oleh Sutiyati, seorang guru taman kanak-kanak dan petani dari Jambi, membuat langkah maju dalam pertanian organik. Dengan dukungan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), masyarakat setempat belajar membuat pupuk organik dari limbah kelapa sawit dan kotoran ternak untuk mengatasi kelangkaan pupuk kimia.
Konroadus Soba, seorang petani dari Maumere, berbagi pengalamannya dengan metode pertanian organik yang telah merevitalisasi tanamannya meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti penyakit pisang dan kelangkaan air. “Kami belajar membuat pupuk organik dari lamtoro dan pestisida organik. Sekarang, kami merasakan perbedaan setelah bertani dengan sistem tumpang sari,” kata Soba.
Acara peluncuran yang bertemakan “Bergabung untuk Lingkungan yang Berkelanjutan” ini menandai sebuah langkah penting dalam upaya kolaboratif dalam advokasi lingkungan dan keberlanjutan di bidang pertanian. Aliansi ini berencana untuk bekerja sama dengan badan-badan pemerintah untuk mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan secara nasional.
Aliansi Kolibri yang didirikan pada tahun 2021 ini beranggotakan organisasi-organisasi seperti Jaringan Komunikasi Masyarakat Adat di Aceh dan Perkumpulan Bantaya di Sulawesi Tengah, yang mencakup sembilan kabupaten dengan kawasan hutan yang tersebar di seluruh nusantara. Kaleka, yang bertindak sebagai sekretariat, mengkoordinasikan kegiatan aliansi dan memperluas keanggotaannya dengan mengikutsertakan lebih banyak organisasi lokal yang berdedikasi dalam mengatasi perubahan iklim dan konservasi sumber daya alam. (nsh)
Foto banner: Masyarakat Desa Labuandiri, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, salah satu desa dampingan Aliansi Kolibri, sedang bergotong royong membuat lubang tanam jagung pada musim tanam, Januari 2024. (Sumber: Aliansi Kolibri)