Aktivis: Prioritaskan ekonomi jangka pendek, kebijakan 100 hari Prabowo bisa ancam lingkungan

Jakarta – Seratus hari pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menuai kritik tajam dari berbagai pihak, khususnya aktivis lingkungan. Firdaus Cahyadi, pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, menyebut arah kebijakan pembangunan yang diterapkan Prabowo sebagai tindakan “bunuh diri ekologi” karena mengedepankan ekonomi jangka pendek tanpa memperhatikan dampak lingkungan jangka panjang.

“Kebijakan pembangunan pemerintahan Prabowo saat ini jelas menempatkan kepentingan lingkungan hidup di bawah prioritas ekonomi sesaat,” ujar Firdaus, Jumat, 17 Januari.

Ia menambahkan, berbagai pernyataan Presiden dan jajaran menterinya menunjukkan keberpihakan pada ekspansi besar-besaran sektor pangan, energi, dan hilirisasi sumber daya mineral, yang berpotensi merusak lingkungan.

Dalam pidato pelantikannya, Prabowo menekankan program swasembada pangan dan energi sebagai pilar utama pembangunan. Namun, menurut Firdaus, pendekatan ini berisiko mengorbankan hak masyarakat lokal atas lingkungan yang sehat.

“Food estate, sebagai bagian dari agenda swasembada pangan, memerlukan lahan skala besar yang mengancam hutan alam. Selain itu, program ini membuka potensi konflik agraria dengan masyarakat lokal yang hidup di sekitar kawasan tersebut,” jelas Firdaus.

Program swasembada energi berbasis biofuel juga menjadi sorotan. “Produksi biofuel memerlukan lahan dalam jumlah besar, yang dapat mempercepat deforestasi dan memperburuk dampak perubahan iklim,” tambahnya.

Ekspansi lahan untuk ketahanan pangan dan energi

Kontroversi semakin mencuat setelah Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menyatakan bahwa pemerintah berencana membuka 20 juta hektare hutan cadangan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi. “Ini adalah langkah yang sangat berisiko. Area sebesar itu, hampir dua kali luas Pulau Jawa, akan mengorbankan biodiversitas hutan dan mengancam keseimbangan ekosistem,” ujar Firdaus.

Pernyataan Menteri Kehutanan tersebut muncul beberapa hari setelah Prabowo secara terbuka mendukung ekspansi kelapa sawit dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Prabowo menegaskan agar tidak ada rasa takut terhadap isu deforestasi.

Selain pangan dan energi, program hilirisasi mineral seperti nikel juga mendapat kritik keras. Firdaus menyebut, aktivitas tambang nikel telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah, terutama di daerah-daerah tambang.

“Masyarakat sekitar tambang menghadapi kesulitan akses terhadap udara dan air bersih akibat pencemaran yang dihasilkan. Ini jelas menunjukkan bagaimana hilirisasi yang tidak terkelola dengan baik dapat merugikan warga lokal,” ungkap Firdaus.

Firdaus menegaskan bahwa publik perlu bertindak untuk menghentikan kebijakan yang dianggap berbahaya bagi lingkungan ini. “Jika kita terus mendiamkan kebijakan seperti ini, kita hanya akan mempercepat kehancuran lingkungan, dan pada akhirnya, masyarakatlah yang akan menjadi korban. Aksi kolektif sangat diperlukan untuk menyelamatkan Indonesia dari jalan menuju bencana ekologi ini,” katanya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles