Pengamat: Power wheeling dalam RUU EBET perlu dikaji ulang

Jakarta – Para pengamat kebijakan publik mengatakan bahwa kemampuan PLN memenuhi target target porsi yang ditentukan dalam bauran ketenagalistrikan nasional dengan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) yang dioperasikan perusahaan BUMN tersebut adalah salah satu tolok ukur terpenting perlu tidaknya Power wheeling (PW) diatur dalam RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET).

PW atau Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik (PBJTL) adalah sistem di mana Independent Power Producers (IPP) atau entitas swasta untuk menggunakan infrastruktur transmisi yang sudah ada dari PLN, untuk menjual listrik secara langsung ke konsumen, tanpa melalui PLN sebagai pembeli tunggal. PW memungkinkan pelanggan listrik, seperti perusahaan industri, untuk membeli listrik dari generator swasta yang berlokasi di tempat lain, yang secara efektif memperluas akses ke sumber listrik yang berbeda di luar generator yang mereka miliki.

Pengamat Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, Agus Pambagio juga mempertanyakan apakah pembangkit listrik EBT swasta dapat lebih murah dan lebih cepat tersedia dibandingkan pembangkit listrik EBT yang dibangun oleh PLN.

PW menjadi salah satu isu yang paling ramai dalam pembahasan RUU EBET di panitia kerja (panja) Komisi VII DPR. Namun, perdebatan tentang PW ini tidak hanya soal teknis, tetapi juga mengenai dampaknya terhadap infrastruktur ketenagalistrikan nasional.

“Ada pandangan yang menyatakan bahwa PW tidaklah memecahkan masalah pokok ketenagalistrikan nasional. Sebaliknya, konsep PW justru dapat menimbulkan kerumitan karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak mengurangi beban APBN sebagai akibat dari over supply,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa, 19 Maret.

Dalam konteks ini, menurutnya, beberapa ahli mengusulkan agar pengaturan PW lebih sesuai dilakukan dalam UU Ketenagalistrikan daripada dalam RUU EBET. PLN sendiri, telah menunjukkan komitmen besar dalam pengembangan EBT, termasuk dengan membangun banyak pembangkit listrik tenaga hijau.

Data menunjukkan bahwa PLN telah berhasil meningkatkan kapasitas pembangkit listrik EBT secara signifikan, baik melalui proyek sendiri maupun kerjasama dengan investor swasta.

“Isu Power Wheeling menyoroti kompleksitas dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan nasional, terutama dalam konteks harmonisasi peraturan perundangan yang berlaku,” imbuh Agus.

Menurutnya perlu mempertimbangkan usulan untuk mengevaluasi ulang penggunaan bersama jaringan transmisi dan distribusi agar dapat menjadi solusi atas masalah pokok ketenagalistrikan nasional. Salah satunya adalah melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi pada daerah yang rasio elektrifikasinya masih rendah.

Pada tahun 2023, PLN sudah membangun 16 Pembangkit Listrik Tenaga Hidro dengan kapasitas 95.79 MW, 6 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 0.3 MW, dan terakhir pada November 2023 telah diresmikan PLTS Terapung Cirata dengan kapasitas 192 MW yang merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga terbesar di dunia. Lalu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dengan kapasitas 44.6 MW, 2 pembangkit listrik dari sampah dan biogas dengan kapasitas 11.9 MW.

Pada 2022, PLN juga telah mengoperasikan 22 pembangkit listrik sebesar 172.26 MW bekerja sama dengan IPP. Dan, pada 2021 telah menyelesaikan 38 pembangkit listrik sebesar 624.02 MW. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles