Greenflation: Tantangan dan solusi dalam transisi energi

oleh: Eko Prasetyo

Pembicaraan mengenai greenflation atau green inflation semakin berkembang, khususnya setelah disorot dalam debat calon wakil presiden oleh pasangan nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, pada Minggu, 21 Januari 2024.

Green inflation atau inflasi terkait kebijakan hijau mengacu pada naiknya harga barang-barang ramah lingkungan akibat tingginya permintaan, namun pasokan yang tidak mencukupi. Ini menjadi dampak dari transisi energi, terutama dalam mengadopsi metode produksi dengan teknologi rendah karbon.

Sebagai contoh, nikel sumberdaya mineral yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan baterai mobil listrik. Jika teknologi semakin membutuhkan nikel yang diakibatkan oleh produksi mobil listrik yang semakin masif, maka harga nikel dapat dipastikan akan semakin melonjak.

Contoh tersebut merupakan salah satu hal sederhana yang bisa diprediksi. Namun, perlu diketahui, bahwasannya greenflation tidak semata-mata diakibatkan oleh transisi ke energi hijau atau masifnya produksi mobil listrik, melainkan ada banyak faktor, seperti: geopolitik; pertumbuhan ekonomi global; aktivitas produksi; nilai tukar; kualitas produk; dan produk alternatif.

Namun, greenflation—untuk saat ini—tidak bisa dilihat secara hitam putih berbentuk persentase sebagaimana penghitungan rumus laju inflasi, yang bisa dihitung dengan membagi selisih indeks harga konsumen (IHK) bulan ini dan IHK bulan sebelumnya, dengan IHK bulan sebelumnya dan dikalikan 100%.

Karena faktor yang menyebabkan greenflation sangat luas, maka hasil penghitungannya bersifat estimasi. Sebab, pendekatan yang digunakan adalah ekonometri, yakni sebuah pendekatan yang menggabungkan antara teori ekonomi, matematika, dan statistika ke dalam satu sistem analisis.

Dampak

Ketika dikaitkan dengan transisi energi, dari energi fosil ke energi baru terbarukan, yang perlu digarisbawahi adalah transisi ini tentu tidak sederhana, karena ada proses yang panjang, teknologi yang dilibatkan, ada supply chain yang perlu dikaji, aspek ekonomi yang perlu dipertimbangkan, serta ada dampak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Transisi ramah lingkungan sebagian besar akan melibatkan perubahan metode produksi. Hal ini memang perlu dikatikan dengan tanggung jawab tingginya emisi gas rumah kaca (GRK). Untuk menghasilkan produksi yang “hijau”, modal ini perlu digantikan dengan struktur, peralatan, material dan teknik yang lebih sedikit menghasilkan emisi GRK. Perubahan besar ini cenderung bersifat inflasi, meskipun dampak sebaliknya tidak dapat dikesampingkan.

Meskipun membawa manfaat jangka panjang, transisi ini memerlukan investasi besar dan bisa menciptakan tekanan pada harga. Transisi energi juga dapat memberikan dampak makroekonomi pada inflasi, terutama dalam jangka pendek.

Dekarbonisasi industri melibatkan perubahan metode produksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, ini bisa mengakibatkan inflasi karena membutuhkan investasi besar dan menghadapi kendala pasokan mineral yang terbatas. Terutama mineral seperti lithium, yang permintaannya diperkirakan meningkat secara signifikan, tetapi cadangan yang tersedia masih dipertanyakan.

Ketergantungan pada pasokan terbatas dari beberapa negara dapat meningkatkan risiko inflasi, sebagaimana terlihat pada paparan gas Rusia di Eropa. Keterbatasan pasokan dan kendala lingkungan membuat pasokan mineral menjadi tidak elastis, menciptakan konfigurasi inflasi di pasar-pasa internasional.

Aksi rompi kuning dan kabar Indonesia

Greenflation pernah terjadi di Prancis pada 2023. Saat itu, kondisi greenflation memicu demonstrasi yang dikenal dengan aksi gerakan ‘rompi kuning’. Demonstrasi yang berlangsung hingga tiga pekan tersebut dipicu oleh sistem pajak yang dinilai memberatkan dan tidak sepadan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Gerakan ini dipicu oleh kebijakan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk membiayai pengembangan energi bersih dengan menaikkan harga BBM. Demonstrasi ini berubah menjadi aksi kerusuhan setelah masa melakukan aksi bakar kendaraan hingga penjarahan.

Akibatnya, Macron memberikan kenaikan upah untuk pekerja termiskin dan pemotongan pajak bagi pensiunan serta menunda kenaikan BBM.

Meskipun transisi energi membawa dampak inflasi, penting untuk melihat solusi dan manfaat jangka panjang. Kendaraan listrik, teknologi terbarukan, dan kebijakan iklim dapat menjadi solusi dalam mengatasi green inflation. Meskipun dalam waktu dekat beberapa solusi mungkin bersifat inflasi, namun ke depannya dapat mengalami disinflasi saat harga komoditas turun.

Solusi

Kekhawatiran muncul bahwa transisi energi akan mendorong inflasi karena perusahaan berinvestasi lebih sedikit dalam energi bahan bakar fosil saat biaya energi terbarukan masih tinggi.

Faktor seperti peraturan dan kebijakan global yang mempengaruhi inflasi tampaknya sangat diperlukan, dengan kebijakan iklim yang berlaku selama beberapa dekade sebagai pendorong struktural.

Dari segi bisnis, manajer aset perlu mengkomunikasikan bahwa transisi energi adalah keputusan jangka panjang. Bisnis yang menggunakan komoditas dan bahan bakar fosil dapat berjalan dengan baik karena kenaikan biaya produksi lebih lambat dibandingkan kenaikan harga, memberikan dampak positif bagi pendapatan dan penilaian.

Sebaliknya, valuasi sektor energi terbarukan dapat menjadi mahal karena sebagian besar bisnis tersebut masih dalam tahap perkembangan. Perlu dicatat bahwa investor mungkin akan mengalami variasi dalam prosesnya, dan strategi yang berusaha mengelola inflasi dan volatilitas dapat menjadi penting dari perspektif portofolio dalam jangka pendek.

Dengan kata lain, untuk mengatasi greenflation, diperlukan kerjasama antara pemerintah, produsen, dan konsumen. Pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan yang memberikan insentif untuk pengembangan teknologi hijau dan memastikan pasokan energi terbarukan yang memadai.

Produsen dapat berinovasi untuk mengurangi biaya produksi produk ramah lingkungan, sementara konsumen dapat mempertimbangkan untuk mengurangi konsumsi energi dan memilih produk yang lebih ramah lingkungan.

Dengan kerjasama yang baik, greenflation dapat diatasi sambil tetap mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjaga lingkungan. Dengan demikian, greenflation dapat menjadi peluang untuk mendorong perubahan positif dalam industri dan masyarakat menuju keberlanjutan.

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles