CERAH: Investasi Cina di sektor nikel perlu dikawal ketat, hindari masalah lingkungan dan keselamatan kerja

Jakarta – CERAH menyoroti masuknya modal besar Cina ke industri hijau, khususnya nikel di Indonesia. Dalam laporan China’s Green Leap Outward yang dirilis Net Zero Industry Policy Lab, Indonesia disebut sebagai tujuan utama investasi hijau Negeri Tirai Bambu.

Policy Strategist CERAH, Naomi Devi Larasati, Senin, 29 September, menegaskan bahwa investasi asing, terutama dari Cina, harus diawasi ketat agar tidak menimbulkan masalah baru di sektor lingkungan dan keselamatan kerja.

“Kolaborasi dengan Cina memang wajar untuk mempercepat transisi energi. Tapi jangan sampai investasi ini hanya jadi berkah ekonomi di atas kertas, sementara masyarakat sekitar lokasi industri menanggung dampak pencemaran dan risiko kerja yang tinggi,” kata Naomi.

Dari total komitmen investasi global Cina senilai USD227 miliar, porsi terbesar mengalir ke manufaktur material baterai berbasis nikel, dengan ASEAN—khususnya Indonesia—menjadi pusat utama.

Laporan tersebut menempatkan Indonesia sejajar dengan Malaysia, Brasil, dan Hungaria dalam menarik aliran proyek baru. Produsen raksasa seperti CNGR, Huayou Cobalt, dan GEM bahkan telah memusatkan operasi pemrosesan nikel di tanah air.

“Indonesia kini menjadi poros penting dalam rantai pasok energi bersih global. Tapi status ini hanya akan memberi nilai tambah jika ada kepastian transfer teknologi, kepatuhan ESG, dan penciptaan manfaat nyata bagi masyarakat lokal,” jelas Naomi.

Rekam jejak buram di industri nikel

Meski nilainya fantastis, aliran investasi Cina di sektor nikel tidak bebas dari catatan kelam. Data Trend Asia menunjukkan setidaknya terjadi 93 kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia sepanjang 2015–2023. Dari jumlah itu, 21 pekerja dilaporkan meninggal di kawasan industri PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS).

Selain itu, PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHI) juga disorot karena penggunaan PLTU captive yang memicu pencemaran udara. Akibatnya, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di wilayah sekitar melonjak dari 735 kasus pada 2021 menjadi lebih dari 1.100 kasus pada 2023.

“Fakta ini membuktikan bahwa tanpa pengawasan ketat, investasi justru bisa menambah beban lingkungan dan kesehatan publik,” tegas Naomi.

CERAH menilai, pemerintah Indonesia harus lebih keras dalam merumuskan kebijakan dan menegosiasikan kepentingan nasional di hadapan investor asing. Apalagi, besarnya cadangan nikel membuat posisi Indonesia cukup kuat dalam rantai nilai global.

“Yang kita butuhkan bukan hanya investasi modal, tapi juga penciptaan lapangan kerja lokal, peningkatan keterampilan tenaga kerja Indonesia, dan penguatan regulasi lingkungan. Semua ini bagian dari memastikan transisi energi yang adil,” ujar Naomi.

Laporan Net Zero Industry Policy Lab juga merekomendasikan negara tuan rumah seperti Indonesia untuk menegakkan syarat pembangunan berkelanjutan. Itu termasuk perlindungan lingkungan, jaminan keselamatan kerja, dan klausul nilai tambah lokal dalam setiap kontrak investasi.

“Kalau pemerintah hanya membuka pintu tanpa syarat, yang terjadi kita sekadar jadi pulau manufaktur bagi kepentingan asing, bukan pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Naomi. (Hartatik)

Foto banner: Eklesia_Magelo/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles