Aktivis gelar aksi ‘Kuda Troya’ desak bank setop danai smelter nikel Harita di Pulau Obi

Jakarta – Aksi teatrikal berbentuk instalasi “kuda troya” digelar sekelompok organisasi masyarakat sipil di depan kantor sejumlah bank pendana smelter nikel milik Harita Group di Pulau Obi, Maluku Utara, Kamis, 2 Oktober. Melalui aksi tersebut, para aktivis mendesak perbankan nasional dan regional segera menghentikan aliran dana ke proyek nikel yang dinilai merusak lingkungan dan melanggar komitmen iklim global.

Kegiatan ini dipimpin oleh koalisi yang terdiri dari Market Forces, Enter Nusantara, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), dan Trend Asia, serta diikuti dua pendeta asal Pulau Obi.

“Kuda troya adalah simbol bagaimana bank menyembunyikan pendanaan energi kotor di balik narasi transisi energi,” tegas Ginanjar Ariyasuta, Juru Kampanye Market Forces.

Smelter nikel Harita di Pulau Obi beroperasi dengan mengandalkan PLTU captive baru berkapasitas 890 MW, serta tambahan 1,2 GW yang masih dalam tahap konstruksi. Padahal, menurut catatan para peneliti, operasi saat ini saja sudah menghasilkan hampir 11 juta ton CO₂ per tahun—setara hampir 1% dari total emisi Indonesia pada 2023.

Jika ekspansi berlanjut, angka itu diperkirakan melonjak menjadi 22,45 juta ton emisi CO₂ pada 2028. “Pembangunan PLTU baru jelas bertentangan dengan Perjanjian Paris yang menuntut pembatasan pemanasan global di bawah 1,5 derajat,” kata Ginanjar.

Kritik ke bank pemberi pinjaman

Sejumlah bank besar Asia Tenggara—antara lain OCBC, UOB, DBS, Maybank, dan CIMB—dituding melanggar kebijakan internal mereka sendiri yang menyatakan berhenti membiayai proyek PLTU baru.

“Mereka tetap mendanai smelter Harita. Ini kontradiksi terhadap komitmen keberlanjutan yang mereka publikasikan,” ujar Ginanjar.

Hal senada disampaikan Ramadhan, Koordinator Aksi Enter Nusantara. Ia menyoroti keputusan Bank Mandiri yang baru-baru ini mengucurkan dana Rp3,1 triliun untuk proyek smelter Harita. “Sains sudah jelas: tidak boleh ada PLTU baru jika kita ingin menahan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat. Bank domestik harus segera berhenti mendukung energi kotor,” serunya.

Dampak lingkungan dan HAM

Selain masalah iklim, aktivis juga menyinggung dampak langsung tambang Harita di Pulau Obi terhadap warga lokal. Alfarhat, Juru Kampanye Jatam, menyebut operasi tambang telah mencemari sumber air warga dengan zat berbahaya Kromium-6 di atas ambang batas aman, serta menimbulkan kasus penggusuran paksa masyarakat adat.

“Bank tidak boleh terus menjadi kaki tangan perusahaan yang merusak komunitas lokal dan lingkungan. Pendanaan batu bara dengan dalih nikel untuk baterai kendaraan listrik hanyalah bentuk transition-washing. Batu bara tetaplah bahan bakar fosil paling kotor, meski dibungkus dengan janji energi bersih,” tegas Alfarhat. (Hartatik)

Foto banner: Sejumlah aktivis lingkungan menggelar aksi teatrikal berbentuk instalasi “kuda troya” digelar sekelompok organisasi masyarakat sipil di depan kantor bank pendana smelter nikel milik Harita Group, Kamis (2/10). (Sumber: Market Forces)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles