G20 momentum kolaborasikan tata kelola energi, pangan dan biodiversitas

Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Sumber: Kanal Youtube BRIN 

Jakarta – Presidensi G20 yang akan dihelat di penghujung 2022 menjadi momentum tepat untuk mendukung inisiatif Indonesia mengatur tata kelola energi, pangan dan biodiversitas. Selama ini, ketiga bidang tersebut menjadi topik tersulit untuk dikolaborasikan, karena tata kelolanya juga belum pernah ada.

“Ada kekhawatiran di masing-masing negara dan potensi penyalahgunaan tinggi. Energi juga demikian. Energi terkait kedaulatan negara,” ujar Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko dalam rilis tertulis, Rabu (4/5).

Hal itu diungkapkan Laksana pada pertemuan Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG), sebuah pertemuan para menteri riset dan inovasi dari berbagai negara, rangkaian kesempatan Presidensi G20.

Lebih lanjut mengenai pentingnya kolaborasi, menurutnya, komunitas periset sudah mulai menyadarinya sejak mulai pandemi. Sejak itu, mereka mulai mengubah cara berfikir bahwa mereka tidak bisa berjalan sendirian.

Apalagi Indonesia memiliki 30 ribuan spesies di darat, belum di laut. Sementara hanya 50 spesies yang sudah benar-benar jadi obat.

“Mengapa hanya sedikit? Karena kita belum mampu melakukan riset sendirian hingga menjadi produk. Untuk itu perlu kolaborasi.”

Handoko menegaskan, BRIN lembaga baru bagi Indonesia dan dunia. BRIN sebagai role model lembaga yang melakukan aktivitas riset dan inovasi, bukan hanya di Indonesia melainkan juga di dunia. Melalui RIIG, BRIN membangun dan melakukan kolaborasi.

“Kami berinisiatif menjual kolaborasi potensi riset yang dilakukan bersama Indonesia, khususnya di topik pangan dan energi,” jelasnya.

Adapun pangan dan energi, termasuk biodiversitas adalah modal dasar bagi suatu negara. Ia menguraikan, ada dua fokus yang ditekankan dalam RIIG. Pertama, bagaimana Indonesia bisa memperkuat kolaborasi sharing fasilitas. Kedua, bagaimana mengatur tata kelola kolaborasi riset multinegara. Keduanya difokuskan agar Indonesia bisa melakukan kolaborasi riset di masa mendatang.

“Sekarang, kita sudah jauh lebih percaya diri karena kita punya kapasitas dan kompetensi dan sumber daya yang sudah terintegrasi. Kita punya standing position yang lebih kuat sebagai inisiator dan leader tata kelola riset kolaborasi,” tukasnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles