Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyoroti dampak yang semakin mengkhawatirkan dari perubahan iklim yang sedang melanda bumi. Menurutnya, ini bukanlah sekadar prakiraan masa depan, tetapi realitas yang sedang dihadapi oleh miliaran jiwa penduduk dunia.
“Dampak dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, akibat pembakaran bahan bakar fosil dan praktik industri yang tidak berkelanjutan, telah menyebabkan perubahan iklim dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Dwikorita dalam sebuah pernyataan resmi.
Menurut Dwikorita, perubahan iklim global telah mencapai titik di mana tidak bisa dianggap sepele lagi. “Ini bukanlah kabar bohong atau prediksi untuk masa depan. Ini adalah kenyataan yang sedang dihadapi saat ini,” tambahnya.
Dwikorita juga mengutip data dari Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang menyatakan bahwa tahun 2023 mencatatkan suhu terpanas sepanjang sejarah pengamatan instrumental. Suhu rata-rata global mengalami anomali sebesar 1,40 derajat Celsius di atas zaman pra-industri.
“Angka ini hampir mencapai batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015, di mana dunia harus membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celsius. Tahun 2023 juga menjadi rekor suhu harian baru dan gelombang panas ekstrem di Asia dan Eropa,” jelasnya.
Dalam menghadapi tantangan ini, Dwikorita menekankan perlunya kerjasama lintas sektor. “Diperlukan langkah bersama dari seluruh komponen masyarakat, termasuk pemerintah, sektor swasta, akademisi, media, LSM, dan lainnya,” tandasnya.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menambahkan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan pada semua sektor, terutama pertanian yang mempengaruhi ketahanan pangan.
“Perubahan iklim adalah tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dan berkelanjutan untuk menahan lajunya dan mengurangi dampaknya,” ujar Ardhasena. (Hartatik)
