Jakarta – PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) tengah memacu program cofiring atau substitusi batu bara dengan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di seluruh Indonesia. Anak usaha PT PLN (Persero) ini menetapkan sasaran jangka pendek berupa penggunaan 2,5 juta ton biomassa hingga akhir 2025, yang diproyeksikan mampu memangkas emisi karbon hingga 2,6 juta ton CO2e.
Target tersebut merupakan bagian dari peta jalan besar perusahaan untuk mencapai pemanfaatan 10 juta ton biomassa pada tahun 2030. Direktur Bioenergi PLN EPI, Hokkop Situngkir, menegaskan bahwa program ini merupakan salah satu senjata paling ampuh untuk mengejar target Net Zero Emission (NZE) karena mampu merombak komposisi bahan bakar secara langsung.
“Bioenergi itu unik karena molekul fosilnya diganti dengan molekul hayati. Secara life cycle assessment, ini terbukti mampu mereduksi emisi karbon secara signifikan,” ujar Hokkop dalam forum diskusi Prospek dan Tantangan Bioenergi Nasional yang berlangsung pada Selasa, 16 Desember.
Hokkop optimistis angka tersebut dapat diraih mengingat melimpahnya sumber daya bioenergi di Indonesia yang diperkirakan mencapai 280 juta ton per tahun. Namun, tantangan besar masih membayangi karena serapan saat ini baru menyentuh angka 20 juta ton. Menurutnya, untuk 2–3 tahun ke depan, terdapat potensi sekitar 7,3 juta ton biomassa yang sudah tersedia dan siap dimanfaatkan secara aksesibel.
Ia pun menyamakan potensi Indonesia dengan Brasil yang telah sukses mengembangkan bioenergi secara masif. Meski demikian, ia menggarisbawahi bahwa kunci sukses transisi ini terletak pada sinergi antarpihak yang selama ini dinilai masih terbatas. “Ini kesempatan yang terbuka sangat lebar, tapi harus ada kolaborasi dari semua kepentingan,” tegas Hokkop.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), Milton Pakpahan, mengingatkan bahwa kebutuhan biomassa tidak hanya terbatas pada sektor listrik. Ia menyoroti tanggung jawab besar cofiring serta rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLT Bio) sebesar 0,9 GW hingga 2034.
“Bisa dibayangkan, 4,7 juta ton dalam 5 tahun ini tanggung jawab co-firing. Tolong dibantu PLN juga mencarikan solusi, makanya solusinya dalam jangka panjang,” kata Milton. Ia juga mewanti-wanti agar implementasi biomassa tetap memegang prinsip ekonomi sirkular dengan mengutamakan pengolahan limbah ketimbang penggunaan kayu primer.
Dari sisi ekonomi, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Imaduddin Abdullah, melihat bioenergi memiliki nilai strategis dalam menggerakkan ekonomi di tingkat lokal melalui keterlibatan produsen hulu. Namun, ia tidak menampik adanya hambatan struktural seperti rantai pasok yang terfragmentasi dan fluktuasi harga.
“Bergeraknya bioenergi secara tidak langsung memberikan dampak kepada produsen di hulu yang memang banyak adalah ekonomi lokal. Jadi memang kita melihat bahwa ini punya peran strategis,” pungkas Imaduddin.(Hartatik)
Foto banner: Martin Mecnarowski/shutterstock.com


