Indonesia perkuat kepemimpinan global dalam implementasi REDD+, mitigasi perubahan iklim

Jakarta — Indonesia telah memperoleh komitmen total sebesar USD 499,8 juta dalam bentuk Pembayaran Berbasis Hasil (RBP), menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) pada Senin, 6 Oktober. RBP tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia melalui keberhasilan yang dapat diukur dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam rangka Program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+).

UNDP menyatakan bahwa dari total RBP, USD 340,7 juta telah disalurkan, termasuk USD 103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) melalui UNDP. Pencapaian ini menandakan kemajuan Indonesia menuju target FOLU Net Sink 2030, di mana penyerapan karbon diperkirakan akan melebihi emisi, didukung oleh 95,5 juta hektar tutupan hutan, yang merupakan yang ketiga terbesar di dunia.

“Proyek ini merupakan bukti nyata kepemimpinan Indonesia dalam aksi iklim global serta peran katalitik dari Green Climate Fund (GCF),” ujar Hemant Mandal, Direktur, Departemen Asia dan Pasifik, Green Climate Fund. Ia menambahkan bahwa dana tersebut telah memperkuat implementasi REDD+, memberdayakan komunitas lokal, dan menyelaraskan inisiatif ini dengan Kontribusi Nasional yang Ditentukan (NDC) Indonesia yang telah diperbarui.

Dampak nyata terhadap hutan dan masyarakat

Kementerian Kehutanan melaporkan bahwa lebih dari 2 juta hektar hutan dan lahan telah direhabilitasi antara tahun 2015 dan 2024, disertai dengan penurunan luas kebakaran hutan sebesar 19,6%. Prestasi ini didukung oleh moratorium terhadap izin baru untuk hutan alam primer dan lahan gambut, serta program kehutanan sosial dan inisiatif usaha kehutanan multi-sektor yang memberikan manfaat bagi masyarakat lokal.

“Keberhasilan REDD+ membuktikan bahwa pembangunan rendah karbon bisa dicapai dengan tata kelola yang transparan dan partisipasi semua pihak. Ini adalah warisan penting bagi generasi mendatang,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan bahwa REDD+ tidak hanya menangani emisi tetapi juga mempromosikan keadilan lingkungan, memastikan bahwa Masyarakat Adat dan komunitas lokal turut menikmati manfaat dari tindakan iklim Indonesia.

Tata kelola dan transparansi

Kerangka institusional yang kokoh di Indonesia menjadi landasan kesuksesan program REDD+. Sistem seperti Mekanisme Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV), Tingkat Emisi Referensi Hutan, dan Sistem Pendaftaran Nasional memastikan transparansi dan akuntabilitas. Sistem Informasi Safeguards lebih lanjut menjamin implementasi yang responsif terhadap gender dan perlindungan bagi komunitas adat dan lokal.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) bertindak sebagai platform keuangan hijau nasional, mengalirkan dana REDD+ ke program pemulihan hutan, rehabilitasi lahan kritis, dan program peningkatan mata pencaharian.

“BPDLH hadir sebagai platform pendanaan hijau yang menjembatani dukungan global, termasuk dari Green Climate Fund, dengan aksi nyata di Indonesia. Pendanaan REDD+ yang kami kelola tidak hanya diarahkan untuk rehabilitasi hutan dan restorasi gambut, tetapi juga untuk memperkuat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas menjadi prinsip utama dalam setiap rupiah dana lingkungan,” ujar Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto.

Kerja sama dengan UNDP dan Jalan Menuju COP30

Sebagai Entitas Terakreditasi GCF, UNDP mendukung Indonesia dalam memastikan bahwa pembiayaan REDD+ dikelola secara efektif dan inklusif. Kerjasama ini memperkuat kapasitas nasional dan subnasional melalui pelatihan, pengembangan mekanisme perlindungan, dan bantuan teknis.

“Perjalanan REDD+ Indonesia bukan hanya tentang hutan, tetapi juga tentang manusia, mata pencaharian, dan masa depan bersama kita,” ujar Sara Ferrer Olivella, Perwakilan Residen UNDP Indonesia. Ia menambahkan bahwa dengan melindungi keanekaragaman hayati dan memperluas peluang ekonomi hijau, Indonesia telah menunjukkan bagaimana aksi iklim mendorong pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian yang lebih kuat.

Saat Indonesia mempersiapkan NDC (Kontribusi Nasional yang Ditentukan Sendiri) keduanya (2031–2035), dengan target pengurangan emisi hingga 60% dari tingkat emisi tahun 2019, pemerintah kembali menegaskan komitmennya terhadap tindakan iklim yang inklusif, transparan, dan didasarkan pada bukti.

Dengan kerja sama yang kuat antara Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, BPDLH, dan UNDP, Indonesia terus membuktikan bahwa upaya mitigasi iklim yang ambisius dapat berjalan beriringan dengan pembangunan yang adil dan berkelanjutan. (nsh)

Foto banner: (dari kiri ke kanan) Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Sara Ferrer Olivella, Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki, dan Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto. (Sumber: Nabilla/UNDP)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles