oleh: Agustinus Beo da Costa
Jakarta – Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mencapai transisi energi yang adil dan teratur. Ketua Indonesia Clean Energy Forum, Bambang Brodjonegoro, menekankan bahwa langkah ini krusial untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius. Transisi energi tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga mencakup dimensi sosial dan ekonomi, memastikan tidak ada pihak yang tertinggal, terutama masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan.
Transisi energi menjadi bagian integral dari Visi Indonesia Emas 2045, yang bertujuan mengangkat Indonesia dari jebakan pendapatan menengah. Pemerintah melalui Asta Cita berencana mencapai pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8% dengan mengintegrasikan praktik berkelanjutan. Sebagai pendorong utama, transisi energi diharapkan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing ekonomi.
Dalam konteks ini, studi Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (LCDI) oleh Bappenas menegaskan bahwa penggerak ekonomi berbasis energi bersih akan mengurangi tekanan pada daya dukung lingkungan. Dengan begitu, Indonesia dapat membuka jalan menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dan tangguh di berbagai sektor.
Fokus Kementerian ESDM
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyusun peta jalan menuju net-zero emission, dengan tiga pilar utama: efisiensi energi, energi terbarukan, dan moratorium pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Eniya Listiani Dewi, Dirjen Energi Baru dan Terbarukan, menyoroti pentingnya pemanfaatan biomassa untuk menggantikan sebagian konsumsi batu bara. Saat ini, konsumsi biomassa baru mencapai 600.000 ton dari target 2,2 juta ton, sehingga perlu ada percepatan signifikan.
Efisiensi energi juga menjadi perhatian utama. Dengan manajemen energi yang diwajibkan di berbagai gedung di Jakarta, Kementerian ESDM menargetkan pengurangan emisi hingga 32%. Tahun depan, dua regulasi baru akan diterbitkan untuk memperkuat pengelolaan energi, menunjukkan komitmen kuat pemerintah terhadap efisiensi energi.
Pelajaran dari Inggris
Dominic Jermey, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, membagikan pengalaman negaranya dalam menghapuskan ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Dalam kurun waktu dua belas tahun, Inggris berhasil mengurangi penggunaan batu bara dari 40% menjadi nol. Ini menunjukkan bahwa dengan kombinasi teknologi, kebijakan inovatif, dan dukungan sektor swasta, transisi energi dapat dilakukan secara cepat dan efisien.
Jermey juga menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan investasi yang kondusif untuk energi terbarukan. Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum dan kebijakan yang menarik bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam proyek energi bersih. Selain itu, Inggris siap berbagi pengetahuan dan teknologi untuk mendukung Indonesia dalam mencapai target transisi energi.
Rekomendasi Indonesia Energy Transition Dialog 2024
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menyampaikan sembilan rekomendasi penting yang terbagi dalam jangka pendek dan jangka panjang di akhir acara Indonesia Energy Transition Dialog (IETD) 2024. Acara tahunan ini merupakan forum diskusi bagi para pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk merumuskan arah kebijakan yang jelas dan langkah-langkah strategis menuju ekonomi hijau.
Rekomendasi jangka pendek mencakup penyusunan peta jalan transisi energi yang hemat biaya, percepatan regulasi, reformasi subsidi energi, dan penghapusan program diesel. Peralihan dari pembangkit listrik tenaga diesel ke energi terbarukan dinilai penting untuk meningkatkan akses listrik di daerah terpencil dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor.
Di sisi lain, rekomendasi jangka panjang melibatkan diplomasi energi untuk menarik investasi dan transfer teknologi, transformasi model bisnis industri, serta pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan sektor energi bersih. Menurut Fabby, hal ini akan memastikan bahwa Indonesia dapat bersaing di pasar global dan memanfaatkan sepenuhnya potensi energi terbarukan.
Partisipasi luas dari berbagai kelompok masyarakat juga menjadi poin penting dalam transisi energi. Fabby menekankan perlunya keterlibatan masyarakat adat, pemuda, akademisi, hingga media dalam pengambilan keputusan kebijakan energi. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan transparansi, tetapi juga memastikan bahwa transisi energi dilakukan secara inklusif dan berkeadilan.
Transisi energi merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk menciptakan ekonomi berkelanjutan, menarik investasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci kesuksesan proses ini. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat mewujudkan visi masa depannya sebagai pemimpin dalam energi bersih dan pembangunan berkelanjutan.