Transisi energi industri Jateng lambat, baru 4,7% ke EBT

Semarang – Meskipun potensi besar dan target ambisius, baru 4,7 persen industri di Jawa Tengah yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT). Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, Sakina Rosellasari, dalam forum Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) di Semarang, Sabtu, 29 Juni.

“Dari 605 industri yang mengajukan izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) di Jawa Tengah selama 2020-2024, hanya 29 yang menggunakan EBT, itu pun hanya 4,7 persen,” ungkap Sakina.

Angka ini jauh dari target 25 persen industri di Jateng yang diharapkan dapat menggunakan EBT di tahun 2024. Sakina mengakui tren penurunan IUPTLS, dengan 1 izin di tahun 2020, 2 izin di 2021, 10 izin di 2022, 9 izin di 2023, dan 7 izin di 2024 hingga Juni.

Meskipun begitu, Sakina optimistis dan terus mendorong industri di Jateng untuk beralih ke EBT. Ia menjelaskan bahwa potensi EBT di Jateng sangat besar dan konsumen global saat ini semakin sadar akan kelestarian lingkungan.

“Ini saatnya bagi pelaku usaha di Jateng meningkatkan penggunaan EBT melalui panel surya atau uap. Targetnya 25 persen, dan kami optimis bisa tercapai,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sakina menjelaskan bahwa industri yang memanfaatkan EBT saat ini didominasi oleh industri padat karya berorientasi ekspor, seperti alas kaki dan tekstil. Ada juga industri farmasi, energi, dan BUMN, serta perusahaan lain yang 100 persen berorientasi ekspor.

Sakina berharap melalui forum CJREIF, pelaku usaha dapat terdorong untuk segera beralih ke EBT. Ia menekankan bahwa inisiatif ini bukan hanya tanggung jawab buyer, tapi juga pelaku usaha untuk peduli terhadap lingkungan dan menciptakan “green investments”.

“Mari kita bersama-sama menurunkan emisi dan menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan,” tandasnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles