ReforMiner: Industri hulu gas dapat hasilkan multiplier ekonomi 6,56 kali lipat

Jakarta – Laporan terbaru ReforMiner Institute menunjukkan bahwa setiap investasi di sektor hulu gas berpotensi menciptakan nilai ekonomi hingga 6,56 kali dari dana yang digelontorkan. Temuan itu menunjukkan bahwa gas bumi tak hanya penting sebagai energi, namun juga menjadi mesin pengganda ekonomi yang bekerja lintas sektor dan menegaskan industri ini sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, Kamis, 6 November mengatakan bahwa besarnya efek pengganda itu diperkuat oleh nilai total linkage index yang tercatat di angka 3,12—lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Nilai di atas 1 menunjukkan sebuah sektor punya kemampuan mendorong sekaligus menarik pertumbuhan sektor-sektor lain.

“Nilai linkage index yang tinggi mencerminkan bahwa industri hulu gas memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor pendukung dan penggunanya,” katanya.

ReforMiner mencatat, dari 185 sektor ekonomi yang beroperasi di Indonesia, setidaknya 113 sektor memiliki keterkaitan langsung dengan aktivitas industri hulu gas. Keterhubungan rantai nilai itu membuat setiap pergerakan investasi di hulu gas memberikan efek berantai dari sektor pendukung hingga pengguna akhir, termasuk industri petrokimia, pupuk, hingga energi.

Dampak fiskal dan moneter

Temuan ReforMiner juga menyebutkan pemanfaatan gas bumi berkontribusi pada penguatan stabilitas fiskal. Salah satu indikatornya adalah program konversi LPG ke jaringan gas rumah tangga (jargas). Pemerintah mencatat dalam lima tahun terakhir subsidi LPG menghabiskan anggaran sekitar Rp453 triliun, dengan kebutuhan devisa impor mencapai Rp64 triliun setiap tahun.

Jika target 4 juta sambungan jaringan gas rumah tangga terealisasi, impor LPG dapat ditekan sekitar 400.000 metrik ton atau 6,15% dari total impor nasional. Penghematan subsidi energi diperkirakan mencapai Rp2,68 triliun.

Sebagai penyedia bahan baku utama hilirisasi, kebutuhan gas untuk proyek-proyek industri seperti PIM III, Pusri III, GRR Tuban, Amurea PKG, methanol Bojonegoro, petrokimia Masela hingga fasilitas blue ammonia di Papua Barat diperkirakan menembus 1.078 MMSCFD.

ReforMiner menyebutkan bahwa manfaat ekonomi hilirisasi akan jauh lebih besar jika pasokan gas datang dari produksi domestik. Untuk industri petrokimia misalnya, penggunaan gas lokal mampu meningkatkan multiplier effect hingga 5,28 kali dibanding mengandalkan impor.

Proyeksi produksi dan transisi energi

Peran gas bumi juga terlihat dari ketersediaan pasokan. Neraca Gas Kementerian ESDM menyebutkan cadangan eksisting dapat meningkatkan produksi dari 5.777 MMscfd menjadi 10.241 MMscfd pada 2035. Dengan kebutuhan domestik sebesar 5.751 MMscfd, Indonesia berpotensi memiliki surplus 4.490 MMscfd.

Di sisi transisi energi, gas bumi masih menjadi tulang punggung untuk menurunkan emisi tanpa mengganggu daya beli masyarakat. Simulasi ReforMiner menunjukkan bahwa mengganti 50% konsumsi minyak dan batu bara menggunakan gas dapat menurunkan emisi 159,51 juta ton CO2e atau 44,5% dari target sektor energi.

Meski potensinya sangat besar, ReforMiner menilai manfaat gas bumi hanya dapat tercapai jika hambatan struktural diselesaikan.

“Kebijakan pemanfaatan gas bumi harus diikuti percepatan pembangunan infrastruktur, kepastian investasi, penguatan akses pasar, dan harga yang proporsional bagi semua pihak,” ujar Komaidi.

Ia menegaskan bahwa cadangan gas, yang kini mencapai 51,98 Tcf per Juni 2025, bukan sekadar data geologi, melainkan aset strategis untuk ketahanan ekonomi dan energi nasional. “Karena perannya sangat strategis, kita perlu memastikan sektor hulu berjalan optimal dan terhubung dengan hilir,” tegasnya. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles