PLN EPI percepat infrastruktur LNG midstream, respon penurunan pasokan gas pipa

Jakarta – Penurunan pasokan gas pipa ke sejumlah sistem kelistrikan mendorong PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) mempercepat pembangunan infrastruktur LNG midstream. Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga keandalan pasokan energi primer dan mengendalikan kenaikan Biaya Pokok Penyediaan Listrik (BPP) di tengah meningkatnya konsumsi BBM pembangkit.

Kenaikan permintaan listrik yang tercantum dalam RUPTL membuat PLN EPI mengambil strategi agresif memastikan ketersediaan feedstock untuk pembangkit PLN. General Manager Unit Proyek (UP) GBM PLN EPI, Agus Purnomo, Rabu, 26 November, menjelaskan bahwa PLN EPI kini memegang peran sentral dalam pengadaan energi primer, mulai dari gas dan LNG hingga BBM, batubara, dan bioenergi.

“Kebutuhan listrik nasional diperkirakan mencapai 511 TWh pada 2034, dengan Jawa tetap menjadi pusat beban, meski pertumbuhan konsumsi semakin terasa di Kalimantan dan Sulawesi,” ujarnya.

Namun, penurunan pasokan gas pipa dan kenaikan konsumsi BBM sebesar 10–15 persen sejak 2023 membuat efisiensi sistem tertekan. Agus menilai kondisi ini tidak lagi memungkinkan penundaan program konversi BBM ke gas. Ia menyebut kebutuhan LNG tahun ini mencapai sekitar 90 kargo dan diproyeksikan meningkat menjadi 104 kargo pada tahun depan, karena kapasitas pembangkit batubara tidak dapat terus ditambah.

“Konversi BBM ke gas bukan lagi opsi, tetapi kebutuhan,” katanya.

Untuk itu, PLN EPI mempercepat pengembangan jaringan LNG midstream yang dirancang lebih fleksibel, termasuk melalui skema multi-destination agar suplai dapat dialihkan dengan cepat ketika terjadi gangguan pada pembangkit tertentu. Proyek midstream ini dilaksanakan dalam dua fase. Pada tahap pertama, sejumlah fasilitas suplai dibangun di Nias, Sulawesi–Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua Utara.

Proyek di Nias sudah memasuki tahap akhir konstruksi dan ditargetkan menjalani uji coba pada akhir November atau awal Desember, sebelum beroperasi penuh pada Januari 2026. Menurut Agus, ketika klaster awal ini beroperasi, penggunaan BBM untuk kebutuhan logistik dapat berkurang hingga 2,3 juta kilometer per tahun.

Setelah penyelesaian fase pertama, pengembangan infrastruktur LNG akan diperluas ke wilayah lain yang masih bergantung pada BBM, seperti Halmahera Timur, Sanana, Sofifi, Morotai, Bangka Belitung, dan beberapa titik di Kalimantan. Di saat yang sama, PLN EPI turut mempercepat penguatan suplai gas di wilayah Jawa–Madura–Bali sebagai antisipasi terhadap semakin ketatnya pasokan gas pipa dari Sumatera dan Jawa Timur.

Sejumlah FSRU baru disiapkan untuk mendukung penguatan suplai tersebut, termasuk FSRU Jawa Barat 2 di Muara Tawar serta FSRU di Bali, Cilegon, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan–Tengah, Pomala, dan Stargate. Agus menambahkan bahwa FSRU Jawa Timur akan memainkan peran strategis sebagai penopang tambahan jaringan transmisi gas, terutama untuk kebutuhan pembangkit CCCT Jawa–Bali 3.

Ia menegaskan bahwa percepatan berbagai proyek ini membutuhkan dukungan menyeluruh dari seluruh mitra dan pemangku kepentingan. Menurutnya, keberhasilan konversi BBM ke gas tidak hanya akan meringankan BPP dan meningkatkan efisiensi pembangkitan, tetapi juga mempercepat transisi menuju energi yang lebih bersih.

“Kami tidak bisa berjalan sendiri. PLN EPI mengundang seluruh partner untuk berkolaborasi agar suplai energi primer tetap andal, di Jawa, Bali, maupun luar Jawa. Bersama, kita wujudkan ketahanan energi yang efisien, bersih, dan andal,” tutupnya. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles