Permintaan mobil listrik di Indonesia tinggi, perlu infrastruktur dan subsidi

Data pangsa pasar mobil listrik di dunia yang ditampilkan dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2022 dengan tema “The Future of Automotive and Mobility”, Rabu (6/4), menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. (Foto: Hartatik)

Jakarta – Di Indonesia, pembelian mobil listrik berpotensi naik dua kali lipat. Tren kendaraan listrik semakin berkembang seiring meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai energi hijau yang ramah lingkungan. Hal tersebut disampaikan Chief Operating Officer Hyundai Motor Asia Pacific, Lee Kang Hyun dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2022 dengan tema “The Future of Automotive and Mobility”, Rabu (6/4).

Menurutnya, peningkatan penjualan mobil listrik di dunia sangat signifikan. Tahun lalu saja terjual 6 juta unit, atau 110 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dijelaskan bahwa perkembangan mobil listrik di dunia tidak terlepas dengan dukungan pemerintah negara setempat berupa kebijakan subsidi pembelian mobil listrik.

“Tiap negara memberi subsidi kepada pembeli mobil listrik. Kita mau tidak mau arahnya ke mobil listrik untuk masa depan,” imbuhnya.

Harga mobil listrik masih mahal

Namun, lanjut Lee, tantangan utama dalam penjualan mobil listrik adalah harga mobil. Meski konsumen tertarik dengan mobil listrik yang ramah lingkungan, namun harganya masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga unit mobil berbahan bakar fosil. Masih tingginya harga mobil listrik dipengaruhi harga baterai, sebab sekitar 35-40 persen dari harga mobil merupakan harga komponen baterai.

“Dulu harga baterai di level 150 dolar AS per kWh. Harga pasar baterai saat ini 135 dolar per kWh. Kalau pada 2024 dan 2025 harga baterai bisa turun menjadi 90-100 dolar AS per kWh, maka akan mempengaruhi harga mobil. Ini membantu konsumen saat memilih mobil listrik,” jelas Lee.

Di Indonesia, kata Lee, pemerintah tidak memberi subsidi mobil listrik. Meski demikian, Indonesia memiliki sumber daya alam berupa nikel yang dibutuhkan untuk baterai. Indonesia hampir menguasai 30% nikel secara global. Ia optimistis Indonesia yang fokus pada pengembangan industri hulu hingga hilir menjadikan Indonesia bisa memasuki fase untuk menggunakan baterai litium sebagai komponen utama kendaraan listrik di masa depan.

Selain harga mobil, menurut Lee, tantangan penjualan mobil listrik adalah stasiun pengisian baterai. Untuk itu, Hyundai melakukan kolaborasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan memasang stasiun pengisian baterai di tol. Bahkan dalam rangka G20, sudah hadir stasiun pengisian baterai di Bali. (Hartatik)

Foto banner: Paris, Perancis, 2 Oktober 2018: Hyundai IONIQ listrik putih di Mondial Paris Motor Show mobil ramah lingkungan yang diproduksi oleh produsen otomotif Korea Selatan Hyundai. (Grzegorz Czapski/shutterstock.com)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles