Pengamat: Energi surya dapat jadi fondasi keadilan energi, pertumbuhan ekonomi hijau Indonesia

Jakarta – Energi surya bukan sekadar sumber listrik, melainkan instrumen strategis untuk membuka akses yang adil bagi masyarakat, melahirkan peluang ekonomi baru, sekaligus memperkuat aksi iklim nasional. Pesan tersebut menjadi inti dari Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 yang berlangsung di Jakarta, Kamis, 11 September.

Dalam forum bertajuk “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action” itu, pemerintah menegaskan ambisi besar membangun 100 gigawatt (GW) PLTS hingga 2060. Target tersebut terdiri dari 80 GW PLTS tersebar dan 20 GW PLTS terpusat, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto pada Agustus 2025.

“Energi surya memiliki potensi hampir 3.200 GW di Indonesia. Jika dimanfaatkan secara optimal, ini bisa menjadi motor transisi energi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% lebih cepat,” jelas Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM.

Menurut Eniya, pemerintah menyiapkan tiga program utama PLTS yakni PLTS Atap, PLTS Skala Besar, dan PLTS Terapung, yang juga akan mendukung produktivitas sektor riil seperti pertanian, perikanan, layanan kesehatan, hingga pendidikan. “Untuk mewujudkan ini, ketersediaan rantai pasok surya, kapasitas EPC, dan tenaga kerja lokal menjadi kunci,” tambahnya.

Tantangan dan terobosan

Pengembangan surya di tanah air masih menghadapi hambatan serius. Menurut Fabby Tumiwa, CEO IESR, antara lain hal tersebut disebabkan oleh regulasi yang rumit, perizinan panjang, keterbatasan pendanaan, serta ketidaksiapan jaringan listrik nasional.

“Subsidi energi fosil membuat listrik dari PLTU seakan-akan murah, sehingga tidak adil bagi PLTS. Selain itu, jaringan listrik kita masih tradisional, belum siap menampung energi surya yang tersebar. Solusinya adalah modernisasi sistem, membangun smart grid, dan memperkuat teknologi penyimpanan energi,” ujar Fabby.

Fabby menilai komitmen Presiden membangun 100 GW PLTS adalah gagasan revolusioner. “Tapi implementasinya harus berbasis komunitas: standar kualitas sistem yang bankable, rantai pasok kuat, serta pemberdayaan masyarakat lokal agar proyek PLTS berkelanjutan,” tegasnya.

ISS 2025 juga meluncurkan inisiatif Solar Archipelago, sebuah komitmen kolektif kepala daerah, pelaku bisnis, asosiasi, dan komunitas untuk menjadikan surya sebagai motor pemerataan energi, ekonomi hijau, dan iklim berkelanjutan.

Kajian IESR bahkan menemukan potensi proyek PLTS 165,9 GW di 290 lokasi darat serta 38,13 GW di 226 lokasi perairan, yang dinilai layak secara ekonomi.

Sebagai bentuk apresiasi, ISS 2025 menganugerahkan Solar Awards kepada sejumlah pihak. Ida Bagus Dwi Giriantari dan Eko Adhi Setiawan meraih penghargaan kategori individu, sementara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah memenangkan kategori pemerintah daerah. Di sisi korporasi, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) dinilai konsisten memanfaatkan energi surya dalam operasinya.

ISS 2025 merupakan penyelenggaraan edisi keempat sejak 2022, hasil kerja sama IESR, Kementerian ESDM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan dukungan Pertamina New & Renewable Energy, Tenggara Strategics, dan AESI. (Hartatik)

Foto banner: shutterstock

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles