Jakarta – Pemerintah Indonesia memastikan akan merealisasikan pembelian produk energi dari Amerika Serikat senilai USD 15,5 miliar atau sekitar Rp 249,5 triliun (kurs Rp 16.100 per USD). Langkah ini menjadi bagian dari kesepakatan dagang antara kedua negara yang dibarengi dengan penurunan tarif impor produk Indonesia ke AS dari 32% menjadi 19%.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, Jumat, 15 Agustus, menjelaskan bahwa komitmen belanja energi tersebut mencakup Liquefied Petroleum Gas (LPG), minyak mentah (crude oil), dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Ya, ini komitmen yang akan kita penuhi. Nilainya sekitar US\$ 15,5 miliar. Nanti kita lihat bentuknya apakah crude, LPG, atau bahan bakar jadi dari perusahaan-perusahaan mereka yang memiliki oil refinery,” ujar Yuliot.
Ia menambahkan, pemerintah masih membahas volume pembelian yang tepat, termasuk kemampuan pasok dari pihak AS serta penyesuaiannya dengan kebutuhan energi nasional. “Belum final, ini masih kita konsultasikan, baik kemampuan pasok maupun kesesuaian dengan kebutuhan dalam negeri,” jelasnya.
Kesepakatan ini lahir dari negosiasi tarif resiprokal yang juga mencakup sektor lain. Berdasarkan dokumen kesepakatan, AS menetapkan empat syarat utama untuk Indonesia, yaitu tidak mengenakan tarif pada produk ekspor AS; membeli produk energi senilai USD 15,5 miliar; membeli produk pertanian AS senilai USD 4,5 miliar (sekitar Rp 73 triliun); dan membeli 50 unit pesawat Boeing, mayoritas seri 777, melalui maskapai Garuda Indonesia.
Menurut Yuliot, pembelian energi ini tidak hanya menjadi kewajiban perdagangan, tetapi juga dapat menjadi peluang untuk memperkuat cadangan energi nasional.
“Kalau pasokannya sesuai spesifikasi dan harga kompetitif, ini juga bisa membantu diversifikasi sumber energi kita,” katanya. (Hartatik)
Foto banner: Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MEMR) Yuliot Tanjung dalam konferensi pers, 16 Mei 2025. (Sumber: Tangkapan layar kanal YouTube Sekretariat Presiden)