Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat pasokan gas untuk pembangkit listrik dan kebutuhan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) hanya aman hingga September 2025, hingga kelangkaan gas mengancam sektor ketenagalistrikan dan distribusi gas nasional.
“Kebutuhan gas dari PLN dan PGN terus meningkat sejak tahun lalu. Tahun ini, kami harus bisa memenuhi 100 kargo LNG, naik dari 60 kargo per tahun yang dikontrak sebelumnya,” ungkap Kurnia Chairi, Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, dalam konferensi pers, Senin, 21 Juli.
Pemerintah kini tengah menyiapkan sejumlah strategi antisipatif, termasuk pengaturan ulang ekspor LNG, swap gas antarwilayah, hingga percepatan produksi di beberapa blok gas domestik, menurutnya.
Kurnia menjelaskan bahwa untuk menjaga keamanan pasokan gas hingga September, SKK Migas mendorong percepatan produksi di lapangan gas aktif, mengisi wilayah dengan kebutuhan gas tinggi melalui suplai LNG dan menjadwalkan ulang ekspor LNG ke luar negeri.
Salah satu strategi darurat yang kini dijalankan adalah swap gas dari wilayah Natuna dan Sumatera. Menurut Kurnia, ada penurunan permintaan gas dari pelanggan di Singapura sebesar 25–31 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd), yang kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Situasi ini mengindikasikan bahwa lonjakan kebutuhan energi domestik belum sejalan dengan ketersediaan pasokan jangka panjang. Apalagi kebutuhan gas untuk sektor pembangkit listrik—yang merupakan tulang punggung kelistrikan nasional—menjadi sangat vital.
SKK Migas sendiri belum membeberkan strategi pasokan setelah bulan September, namun menyatakan pihaknya terus memantau dan berkoordinasi dengan produsen migas serta kementerian terkait untuk menjaga kelangsungan suplai. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)