Norwegia gelontorkan Rp3,5 triliun untuk hutan Indonesia, targetkan penurunan emisi 43 juta ton CO₂

Jakarta – Pemerintah Kerajaan Norwegia mengucurkan pendanaan sebesar Rp3,5 triliun atau setara USD 216 juta kepada Indonesia, sebagai bagian dari kerja sama perlindungan hutan dan pengurangan emisi berbasis hasil (Result-Based Contribution/RBC). Menurut Kementerian Kehutanan dukungan ini adalah bagian dari dukungan internasional untuk komitmen Indonesia menekan laju emisi karbon.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Kamis, 28 Agustus, menegaskan pendanaan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas capaian Indonesia yang berhasil menurunkan emisi sebesar 43,2 juta ton CO₂ pada periode 2016–2020.

“Ini bukan hanya dukungan finansial, tapi juga pengakuan dunia terhadap keseriusan Indonesia dalam melindungi hutan dan mengurangi emisi,” kata Raja Juli Antoni saat meluncurkan Rencana Investasi RBC Tahap Keempat dalam keterangan tertulis.

Dana yang disalurkan Norwegia akan difokuskan untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan, memperluas rehabilitasi lahan, meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati, hingga pemulihan ekosistem gambut.

“FOLU Net Sink 2030 adalah sektor vital untuk mendukung Paris Agreement dan target penurunan emisi kita sesuai NDC (Nationally Determined Contribution), yakni 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan dukungan internasional,” ujar Raja Juli.

Dukungan Norwegia ini juga mendapat penegasan dari Kristian Netland, Minister Counsellor yang mewakili Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia. Menurutnya, kerja sama ini menjadi bukti nyata kolaborasi strategis dua negara dalam menghadapi krisis iklim.

“Indonesia memiliki peran kunci sebagai pemilik hutan tropis terbesar di dunia. Norwegia percaya, kemitraan ini akan berkontribusi signifikan terhadap upaya global mengurangi emisi,” ucap Netland.

Selain RBC, pemerintah Indonesia melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) juga meluncurkan Layanan Dana Masyarakat untuk Lingkungan (Small Grant) Periode Ketiga, dengan alokasi Rp5–6 miliar. Program ini ditujukan bagi kelompok tani hutan, LSM, hingga individu pegiat lingkungan yang mengajukan inisiatif pelestarian hutan dan lahan melalui portal layanan resmi BPDLH.

Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan.

“Pendanaan ini kami salurkan langsung ke akar rumput. Dari penyuluh kehutanan mandiri, kelompok tani, hingga lembaga lokal, semua bisa berperan aktif. Dengan cara ini, target FOLU Net Sink 2030 akan lebih merata dan berkeadilan,” jelas Joko.

Sejak pertama kali diluncurkan pada 2024, program hibah kecil ini sudah menyalurkan lebih dari Rp12 miliar kepada 383 penerima manfaat di seluruh Indonesia. Dana hibah tersebut mendukung berbagai aksi nyata, mulai dari revegetasi hutan, pengelolaan air di lahan gambut, hingga kegiatan konservasi berbasis masyarakat.

Kerja sama Indonesia–Norwegia ini disebut akan terus berlanjut hingga 2030, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan komitmen menuju Net Zero Emission 2060. Raja Juli menutup sambutannya dengan menekankan pentingnya keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial.

“Kita harus memastikan bahwa upaya menekan emisi tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles