oleh: Eko Prasetyo*
Ekosida menjadi isu penting karena penghancuran ekosistem yang dilakukan manusia dapat memberikan dampak yang sangat berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Ekosida dapat didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja atau tidak disengaja yang menyebabkan kerusakan besar-besaran atau penghancuran lingkungan alam.
Beberapa alasan mengapa ekosida menjadi isu penting adalah pertama, ekosida dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif dan berdampak luas, seperti hilangnya keanekaragaman hayati, pencemaran air, tanah, dan udara, serta perubahan iklim yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.
Kedua, meskipun dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, namun ekosida belum dianggap sebagai kejahatan luar biasa dalam instrumen hukum nasional maupun internasional saat ini, sehingga perlu adanya pengaturan khusus untuk menjadikannya sebagai kejahatan luar biasa yang dapat ditangani oleh pengadilan HAM Internasional.
Ketiga, beberapa negara di dunia telah mengatur ekosida sebagai bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan atau hak asasi manusia, namun penuntutan pelaku kejahatan ekosida masih terbatas hanya pada kejahatan perang, sehingga sulit meminta pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan, baik terhadap individu maupun korporasi multinasional/transnasional.
Keempat, adanya potensi UU Omnibus Law Cipta Kerja di Indonesia yang dapat melanggengkan praktik kejahatan ekosida secara sistematis, baik dalam aspek politik hukum, sosial ekonomi, maupun budaya, sehingga perlu adanya pengaturan khusus tentang ekosida.
Pengertian dan pentingnya isu ekosida
Secara terminologi, istilah ekosida memiliki asal usul dari kata eco dan cide. Eco merujuk pada habitat, lingkungan, dan semua yang berkaitan dengan tempat tinggal, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, udara, air, dan matahari. Sementara itu, kata cide berasal dari bahasa latin cedere, yang memiliki makna menghancurkan atau memusnahkan.
Ekosida, dalam arti harfiahnya, merujuk pada pembunuhan lingkungan, adalah sebuah gagasan yang mungkin dianggap radikal, namun bagi para aktivis, gagasan ini dianggap sebagai konsep yang masuk akal.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Arthur Galston, seorang ahli biologi dari Amerika Serikat, pada tahun 1970. Galston menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kerusakan besar-besaran pada lingkungan alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Konsep ekosida kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Richard Falk, seorang ahli hukum internasional, pada tahun 1973. Falk menyatakan bahwa ekosida dapat dianggap sebagai kejahatan internasional yang dapat diadili di pengadilan internasional.
Sejak saat itu, istilah ekosida telah digunakan secara luas dalam diskusi dan upaya untuk mengakui kerusakan lingkungan sebagai kejahatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dampak ekosida
Ekosida memiliki dampak yang sangat serius terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi, antara lain. Pertama, dampak lingkungan. Ekosida dapat menyebabkan kepunahan spesies flora dan fauna, serta hilangnya habitat alami yang penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Kerusakan besar-besaran pada ekosistem dapat mengganggu siklus alam, seperti siklus air, siklus karbon, dan rantai makanan, yang berdampak pada keseimbangan ekosistem secara global.
Selain dampak lingkungan, ekosida juga berdampak pada aspek sosial dan ekonomi. Kerusakan lingkungan akibat ekosida dapat menghilangkan sumber daya alam yang menjadi mata pencaharian masyarakat, seperti hutan, lahan pertanian, dan perikanan. Bencana alam akibat ulah manusia diprediksi juga akan sering terjadi akibat kerusakan lingkungan. Ekosida dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang memicu terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan dampaknya yang sistemik, dari sudut pandang teori, ekosida dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa karena sudah memenuhi syarat karakterisitik dari kkejahatan luar biasa itu sendiri, yakni, pertama: Tindakan kriminal yang dilakukan (the criminal acts committed) merupakan perbuatan yang keji dan kejam, mengguncangkan hati nurani kemanusiaan (deeply shocking the conscience of humanity), dan dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional (a threat to international peace and security).
Kedua: terdapat unsur kesengajaan, terorganisir, sistematis, dan meluas (intentionality, organization, systematicity, and widespread conduct) untuk menimbulkan kematian atau akibat-akibat yang sangat serius lainnya (extremely grave consequences). Dan ketiga: akibat yang ditimbulkan dari tindakan pidana itu sangat serius terhadap negara atau masyarakat luas (highly detrimental to the state or the broader society), seperti mengganggu ketertiban umum, melibatkan jumlah sumber daya yang sangat besar (involving a substantial amount of resources), dan dilakukan dengan cara yang sangat keji di luar norma kemanusiaan (extremely inhumane and cruel manner), sehingga juga membahayakan keamanan negara (endangering the security of the state).
Polly Higgins dan Stuart Ford memandang ekosida sebagai kejahatan serius yang setara dengan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang. Menurut Higgins, ekosida memiliki dampak yang meluas dan dapat mengancam perdamaian global, dengan tanggung jawab pidana yang lebih berat terhadap pelaku. Ford mengaitkan ekosida dengan kejahatan luar biasa yang dapat dihukum mati, sementara Gillian Caldwell mendukung penambahan ekosida ke dalam kategori ini untuk mengakhiri impunitas para pengusaha besar maupun penguasa yang berkontribusi terhadap ekosida.
Lanjut baca: Mengenal ekosida, kejahatan lingkungan yang mengancam masa depan Bumi – Bagian 2
*Penulis adalah peneliti Pusat Studi Agama & Demokrasi dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
email : eko.prasetyo [at] uii.ac.id