oleh: Lionel Leow*
Sektor real estat bertanggung jawab atas 40% emisi CO2 global tahunan, menurut laporan PBB. Di Indonesia, angka ini mencapai 29,1% dari total emisi karbon yang terkait dengan energi di Indonesia.
Seiring dengan pertumbuhan populasi dunia dan urbanisasi, jumlah bangunan diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2050, sehingga memperparah dampak sektor ini terhadap perubahan iklim. Hal ini terutama terjadi di Indonesia, yang populasinya diperkirakan akan meningkat sebesar 20%.
Bangunan memainkan peran penting dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari rumah, kantor, sekolah, dan rumah sakit. Mengingat bahwa kita menghabiskan sekitar 90% hidup kita di dalam ruangan, menciptakan lingkungan yang paling bersih dan hijau sangat penting untuk membina komunitas yang sehat.
Karena umur bangunan dan infrastruktur yang panjang, tindakan segera diperlukan dari sektor ini karena emisi dan perilaku pencemaran dapat bertahan lama, memberikan dampak berbahaya bagi lingkungan selama beberapa dekade.
Indonesia membuat kemajuan yang baik dalam menghijaukan lingkungan binaannya dengan memperkenalkan standar bangunan hijau untuk empat kota besar, termasuk Jakarta, dengan target untuk mengurangi intensitas energi bangunan sebesar 1% per tahun pada tahun 2025.
Namun, masih banyak yang dapat dilakukan untuk menciptakan masa depan yang hijau bagi generasi berikutnya.
Mengatasi emisi operasional
Menurut Laporan Transparansi Iklim, sebagian besar emisi berasal dari sumber tidak langsung seperti listrik jaringan untuk AC dan peralatan lainnya.
Retrofit bangunan yang sudah ada dapat memberikan nilai tambah dengan meningkatkan efisiensi kinerja sekaligus mengurangi konsumsi energi. Hal ini mencakup semua jenis peningkatan, mulai dari yang sederhana seperti beralih ke pencahayaan LED hingga perubahan besar termasuk perubahan struktural dan fasad.
Meskipun retrofit mungkin lebih menantang, terutama untuk bangunan tua yang tidak dirancang secara berkelanjutan, namun ini merupakan strategi yang efektif untuk membatasi emisi karbon dari bangunan, menurut laporan IPCC. Hal ini karena peningkatan tersebut memanfaatkan potensi penghematan energi bangunan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sepanjang siklus hidupnya.
Memanfaatkan teknologi inovatif
Semakin banyak arsitek yang mengadopsi bahan daur ulang atau reklamasi dalam konstruksi untuk mengurangi dampak lingkungan dari bangunan.
Menurut analisis PBB, salah satu cara paling efektif untuk mengurangi polusi plastik adalah dengan menggunakan lebih sedikit produk baru. Salah satu contoh praktiknya adalah bagaimana TA.LE, sebuah firma desain dan arsitektur Singapura pemenang penghargaan, mengeksplorasi penggunaan plastik daur ulang sebagai fitur dinding dekoratif atau pelapis dinding.
Solusi inovatif tersebut membuka jalan bagi masa depan di mana desain yang baik berpadu dengan keberlanjutan yang tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga bergaya dan fungsional.
Dalam pengembangan lain yang akan datang, perusahaan ini juga menjajaki penggunaan kayu yang direkayasa secara massal untuk membangun seluruh pengembangan – sebuah perubahan radikal ke bahan yang lebih ramah karbon dan terbarukan daripada menggunakan baja dan beton biasa, yang sangat padat karbon.
Memadukan alam
Desain biofilik merupakan konsep arsitektur inovatif yang mengintegrasikan lingkungan binaan dengan alam.
Dengan menghubungkan manusia dengan alam baik di dalam maupun di luar bangunan, desain biofilik dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan kreativitas dan kejernihan pikiran, meningkatkan kesejahteraan dan bahkan mempercepat penyembuhan. Di daerah yang padat dengan bangunan, seperti di pusat kota Jakarta, desain biofilik menjadi solusi yang menarik untuk melarikan diri sejenak dari hiruk pikuk kota.
Arsitek dapat menggabungkan tanaman hijau vertikal, koridor hijau, dan mural alam di seluruh kantor, rumah, atau ruang ritel untuk memberikan keuntungan estetika sekaligus menumbuhkan suasana santai bagi penghuni dan pengunjung.
Jalan ke depan
Indonesia sedang berlomba-lomba untuk mengurangi emisi karbonnya. Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi tingkat emisi sebesar 31,89% dengan upaya sendiri atau 43,2% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Target yang lebih tinggi membutuhkan percepatan dalam memerangi gas rumah kaca.
Sektor bangunan dan konstruksi sangat penting dalam memperkuat ketahanan Indonesia terhadap perubahan iklim.
Arsitek memainkan peran penting dalam mengadvokasi pembangunan yang lebih berkelanjutan. Mereka dapat memberikan pengaruh positif dengan merekomendasikan pilihan retrofit dan desain hemat energi tertentu yang juga berkinerja tinggi, mudah diakses, dan aman.
Desain berkelanjutan seharusnya tidak hanya sekedar perbaikan teknis. Jika memungkinkan, desain berkelanjutan harus diintegrasikan ke dalam perencanaan proyek sejak hari pertama. Dengan demikian, desain arsitektur berkelanjutan dapat menjadi kekuatan pendorong di balik langkah Indonesia menuju masa depan yang langgeng dan positif.
Dengan mengambil tindakan tegas terhadap perubahan iklim secara kolektif, kita akan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
*Penulis adalah Arsitek Utama dan salah satu pendiri TA.LE
Foto banner: Desain biophilic oleh TA.LE di King’s Centre, Singapura. (RENDY ARYANTO/VVS.sg)