Kriminalisasi berulang terhadap pemuda adat di NTT, dorong pengaduan ke Komnas HAM

Jakarta – Kriminalisasi berulang terhadap pemuda adat di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah mendorong pengaduan resmi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), demikian disampaikan Koalisi Advokasi Poco Leok dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, 26 Maret.

Pada tanggal 3 Maret 2025, sekelompok pemuda adat dari Komunitas Adat Poco Leok, yang dikenal sebagai ‘Aliansi Pemuda Poco Leok Menggugat’, melakukan aksi damai di depan gedung DPRD dan kantor Bupati Manggarai. Mereka menuntut pencabutan surat keputusan tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Bupati Manggarai Hery Bertus Nabit, yang menetapkan lokasi proyek panas bumi di Poco Leok tanpa adanya persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan dari masyarakat.

Namun, protes tersebut berujung pada laporan polisi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai, yang menuduh para pemuda merusak pintu gerbang kantor Bupati berdasarkan Pasal 170(1), 406, dan 55(1) KUHP. Kasus ini sekarang sedang ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan resmi oleh Polres Manggarai.

Judianto Simanjuntak, penasihat hukum dari Koalisi Advokasi Poco Leok, mengatakan bahwa hal ini adalah sebuah kesalahan representasi dan kriminalisasi yang keliru terhadap aksi damai. Ia mengklarifikasi bahwa tidak ada pengrusakan yang disengaja, namun terjadi insiden saling dorong antara demonstran dan aparat keamanan, yang menyebabkan gerbang jatuh ke arah kerumunan massa.

Menurut koalisi, upaya kriminalisasi tersebut melanggar hak-hak konstitusional masyarakat adat untuk menyuarakan penolakan dan mempertahankan tanah leluhur mereka. Yulianto Behar Nggali Mara, pengacara lain dari koalisi dan anggota staf Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan bahwa ini bukan masalah kriminal, tetapi masalah politik. Ia mengatakan bahwa hal ini menyangkut hak-hak masyarakat adat untuk mempertahankan wilayah dan cara hidup mereka.

Koalisi mengajukan pengaduan resmi kepada Komnas HAM pada tanggal 25 Maret 2025, dengan mengutip beberapa pelanggaran hukum dan prosedural, termasuk: Penggunaan “surat panggilan klarifikasi”, yang tidak dikenal dalam hukum acara pidana Indonesia.

Panggilan yang dikirimkan kurang dari tiga hari sebelum pemeriksaan, yang melanggar Pasal 227 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sebuah pola intimidasi yang bertujuan untuk membungkam perlawanan masyarakat adat terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ulumbu.

Yulianto mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya masyarakat Poco Leok menghadapi kriminalisasi. Pada tahun 2023, mereka juga menjadi target setelah menentang proyek panas bumi yang sama. Ia mengatakan bahwa hal ini mencerminkan tren yang mengkhawatirkan di mana penegak hukum melupakan tugasnya untuk melindungi warga negara, terutama masyarakat adat, sesuai dengan Undang-Undang Kepolisian No. 2 tahun 2002.

Ermelina Singereta, seorang pembela hak asasi manusia dan anggota tim hukum lainnya, menekankan dampaknya terhadap perempuan adat. Ia mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kurangnya empati dan pemahaman dari Polres Manggarai terhadap perjuangan perempuan adat dalam mempertahankan tanah mereka yang merupakan sumber penghidupan dan identitas budaya mereka.

Koalisi ini mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap tindakan Polres Manggarai yang mengkriminalisasi pemuda Poco Leok dan mengeluarkan surat perlindungan hukum bagi pemuda adat sebagai pembela HAM. Mereka juga merekomendasikan agar Kapolri, Kapolda NTT, dan Kapolres Manggarai menghentikan semua proses hukum atas kasus ini dan memastikan perlindungan hak-hak masyarakat adat Poco Leok untuk menentang proyek geothermal secara damai.

Bagian Pengaduan Komnas HAM secara resmi menerima pengaduan tersebut, yang mengkonfirmasi bahwa kasus serupa pernah diadukan sebelumnya dan akan diteruskan ke komisioner untuk ditindaklanjuti.

Koalisi Advokasi Poco Leok menyatakan bahwa perjuangan masyarakat adat bukan hanya tentang tanah, tetapi juga tentang melindungi identitas, warisan, dan lingkungan mereka dari industri ekstraktif yang dipaksakan tanpa persetujuan. (nsh)

Foto banner: Aksi damai Komunitas Adat Poco Leok, 3 Maret 2025. (Sumber: Aliansi Pemuda Poco Leok Menggugat)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles