Jakarta – Pemerintah Jerman melalui Kementerian Federal Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI menjadikan Surabaya sebagai kota percontohan proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI). Fokus utama proyek ini adalah penerapan efisiensi energi dan energi terbarukan di sektor bangunan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam seminar “Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Bangunan di Auditorium Pascasarjana ITS, Selasa, 16 September, menilai Surabaya layak dipilih karena dinilai serius dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Sejak awal tahun, SETI sudah bekerja di Surabaya. Kami melakukan studi nilai dasar konsumsi energi pada 295 bangunan gedung. Hasil kajian ini akan memberi pemilik bangunan gambaran konkret untuk memangkas biaya operasional sekaligus menekan konsumsi energi,” jelas Fabby.
Ia menambahkan, hasil penelitian lapangan akan selesai pada akhir September 2025 dan dipresentasikan pada Oktober. Fabby menegaskan, pendampingan akan terus dilakukan agar Surabaya menjadi kota terdepan dalam dekarbonisasi sektor bangunan.
Dari sisi pemerintah daerah, Kepala Bappedalitbang Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad, menekankan bahwa efisiensi energi bukan sekadar jargon. Menurut data global yang ia kutip, sektor bangunan berkontribusi sekitar 40 persen emisi energi pada 2030.
“Visi Surabaya adalah menjadi kota dunia yang maju, humanis, dan berkelanjutan. Kata berkelanjutan inilah yang menjadi arah kebijakan kami,” ujar Irvan mewakili Wali Kota Eri Cahyadi.
Untuk itu, Pemkot Surabaya mengusung konsep Compact City, yang berfokus pada pelayanan publik dekat dengan warga agar kebutuhan mobilitas menurun.
“Karena mobilitas adalah bagian dari konsumsi energi, maka strategi kami adalah mendekatkan layanan publik, mulai dari kesehatan, sekolah, hingga pelayanan tingkat RW,” tambah Irvan.
Selain itu, Pemkot Surabaya sudah menetapkan aturan Bangunan Gedung Hijau (BGH) atau Green Building, yang mewajibkan setiap gedung baru memenuhi standar teknis ramah lingkungan. Prinsip BGH mencakup efisiensi energi, air, kualitas udara, material ramah lingkungan, hingga pengelolaan limbah.
Beberapa fasilitas kota telah mengadopsi konsep ini, seperti Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ), Gedung Bappedalitbang, serta pemasangan solar cell di sekolah, kantor pemerintahan, hingga lampu lalu lintas. Surabaya juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL) Benowo, yang merupakan yang pertama di Indonesia.
Irvan menegaskan, keberhasilan efisiensi energi membutuhkan kolaborasi semua pihak. “Kami membuka ruang diskusi seluas-luasnya, termasuk dengan perguruan tinggi, swasta, komunitas, media, bahkan generasi muda. Pak Wali berharap semangat gotong royong ini bisa mempercepat transisi energi di Surabaya,” pungkasnya. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2025)